Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pemerintah Gagal Berantas Impor Ilegal

  • Rabu, 22 September 2010
  • 1117 kali

Kliping Berita

KAWASAN free trade zone (FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) menjadi surga bagi para pelaku penyelundupan. Barang impor ilegal yang lolos dari FTZ ke kawasan kepabeanan (non-FTZ) semakin marak membanjiri pasaran di sejumlah kota besar di Tanah Air.

Sejauh ini pemerintah E-lum berbuat hal yang serius untuk memberantas barang impor ilegal tersebut. Padahal, maraknya barang impor ilegal mengancam keberlangsungan industri di dalam negeri.

Saat dihubungi kemarin, Kepala Bidang Penindakan dan Pencegahan (P2) Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (BC) Batam Rusman Hadi mengatakan setidaknya ada tiga hal yang membuat pemberantasan impor ilegal dari Batam sulit dilaksanakan. Pertama, ada pihak-pihak yang bermain mata dengan para penyelundup. Kedua, BC kekurangan sumber daya manusia untuk mengawasi barang-barang impor yang keluar secara ilegal dari FTZ. "Kami hanya memiliki 50 petugas. Sementara itu, pelabuhan rakyat yang ada lebih dari 100 pelabuhan," ungkapnya.

Ketiga, petugas BC kesulitan menghadapi preman yang membekingi aksi penyelundupan. "Begitu kita mau larang, premannya keluar semua."

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Subagyo memintasemua aparat pengawasan, khususnya petugas Ditjen BC di "FTZ, mengawasi dengan ketat barang-barang yang keluar dari kawasan itu. "Barang yang keluar dari FTZ harus mereka awasi dengan ketat. Barang impor di border yang bisa menjaring BC. Kalau ada yang rembes, itu tugas kami."

Subagyo menerangkan, di pasaran barang impor ilegal dapat dikenali karena tidak memiliki kode makanan luar negeri (ML) dan label bahasa Indonesia. Selain itu, jika harus memiliki kode standar nasional Indonesia (SNI), barang impor tersebut harus mempunyai surat sertifikat produk SNI.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan barang konsumsi yang masuk secara ilegal telah menimbulkan kerugian ganda. Impor ilegal produk makanan dan minuman, pakaian, elektronik serta produk konsumsi lainnya bisa mencapai 30% dari total impor nasional. (*/Jaz/E-5)

Sumber : Media Indonesia, Rabu 22 September 2010, hal. 14.




­