Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kebutuhan bahan baku cokelat melonjak

  • Kamis, 09 Februari 2012
  • 1836 kali
Kiping Berita

JAKARTA Peningkatan kapasitas produksi kakao olahan sejak penerapan bea keluar bahan baku cokelat itu pada April 2010 mendorong kebutuhan terhadap biji kakao terfermentasi di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sin-dra Wijaya mengatakan campuran biji kakao terfermentasi dibutuhkan untuk menghasilkan aroma pada produk bubuk dan mentega kakao.

Menurutnya, industri pengolahan kakao membutuhkan 10%- 20% biji kakao fermentasi dari total kapasitas sebagai bahan baku campuran dalam proses produksi. Sebagai gambaran, tahun lalu industri kakao domestik mengimpor sekitar 24.000 ton biji kakao terfermentasi dari perkebunan di Afrika.

Sindra memperkirakan tahun ini industri kakao minimal harus mengimpor 40.000 ton biji kakaoterfermentasi untuk mengimbangi peningkatan kapasitas produksi yang diproyeksikan mencapai 400.000 ton per tahun.

"Jumlahnya akan terus meningkat jika kapasitas produksi industri pengolahan terus naik. Kondisi ini harus segera diperbaiki kalau kita tidak ingin impor terus," katanya.

AIKI dan Kementerian Perindustrian, lanjut Sindra, sebetulnya telah berusaha mendorong penerapan standar nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan kualitas biji kakao dari perkebunan di dalam negeri.

Namun, rencana tersebut terhambat karena kualitas perkebunan kakao dalam negeri banyak diganggu oleh hama dan pengguna-an bahan kimia pembasmi hama.

Tambahan kapasitas

Pada 2012. industri pengolahan kakao domestik diperkirakan mendapat penambahan kapasitas hingga 60.000 ton dari pembangunan dua pabrik baru di Surabaya dan Makassar.

Ketua Umum AIKI Piter Jasman mengatakan tahun tni pabrik milik JB Cocoa Malaysia di Surabaya serta pabrik patungan antara PT Co-mextra Majora dan Barry Callebaut Swiss mulai beroperasi. Kedua pabrik itu masing-masing berkapasitas produksi 30.000 ton per tahun.

"Nilai investasi pabrik di Makassar sekitar 33 juta euro, sedangkan investasi JB Cocoa kira-kira sa-ma. Perkiraannya, untuk produksi 1 ton butuh USS500." kata Piter.

Dia menegaskan produksi biji kakao nasional tahun ini masih bisa memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan ekspor.

Piter memperkirakan produksi biji kakao tahun ini mencapai 5S0.000 ton, yang berarti masih memiliki sisa produksi 150.000 ton untuk mengisi pasar ekspor.

Dirjen Industri Agro Kemenperin Benny Wahyudi mengatakan pemerintah akan meneruskan kebijakan bea keluar terhadap komoditas perkebunan tertentu untuk mendorong penghiliran industri.

Dia mengklaim kebijakan bea keluar telah terbukti meningkatkan investasi di industri hilir komoditas perkebunan unggulan Indonesia.

Pemerintah, tambah Benny, juga telah menambah subsektor industri hilir perkebunan yang berhak mendapatkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan ((av allow-ance) di dalam Peraturan Pemerintah No. 52/2011.

"Setelah kakao, kami berharap tahun ini akan ada pertumbuhan . dalam investasi industri hilir kelapa sawit," kata Benny. (danis, rizky® bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis 09 Februari 2012, hal 11




­