Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pemerintah Wajibkan SNI untuk Produk Batik

  • Rabu, 23 November 2011
  • 5526 kali
Kliping Berita

Jakarta – Pemerintah mengusulkan kewajiban memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batik dibuat dalam tiga kategori. Alasannya, kategorisasi diperlukan agar produk batik bisa lebih berkembang dan tidak hanya dibatasi oleh pakem tertentu saja.

“Tiga kategori batik yang diusulkan adalah batik budaya, batik industri dan batik kreatif. Saya sudah menyampaikan usulan itu ke Tim Rancangan SNI di Balai Besar Kerajinan dan Batik,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah pada acara pembukaan pameran Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) di Jakarta, Selasa (22/11).

Menurut Euis, selama ini SNI batik yang sudah ada, namun hanya menjelaskan batik secara umum dengan parameter terbatas seperti uji tarik, warna dan keamanan bagi penggunanya. Definisi batik juga bersifat umum seperti dibuat di media kain, menggunakan peralatan canting, cat dan malam.

“SNI batik sendiri sebenarnya sudah ada sejak sekitar tahun 2006. Namun masih bersifat sukarela atau belum diwajibkan. Hasil revisi SNI yang tengah dilakukan rencananya akan diberlakukan secara wajib,” ujarnya.

Lebih lanjut, selama ini para pelaku usaha di bidang batik masih belum bersatu. Ada yang menganggap jika batik tidak mengikuti pakem maka tidak bisa disebut batik. “Beberapa pelaku usaha batik masih memproduksi batik dengam menggunakan canting, padahal banyak juga yang menggunakan kuas. Saat ini, semua batik yang berkembang di Indonesia harus diakui dan perlu ada tiga kategori SNI yang berbeda,”tuturnya.

Untuk batik budaya, Euis menambahkan, merupakan batik yang menggunakan cara dan pakem yang sudah berlangsung selama ratusan tahun misalnya dengan media kain, alat canting, pewarna cat dan menggunakan malam. Pembinaan batik budaya dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Sedangkan batik industri merupakan batik yang diproduksi secara massal yang menyerap banyak tenaga kerja.

“Tidak menutup kemungkinan batik dibuat dengan metode printing. Pembinaan batik industri dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. Sementara batik kreatif, medianya tidak harus kain tapi bisa di semua media misalnya kayu, keramik atau bahkan tubuh manusia,”paparnya.

Standardisasi Kualitas

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Vita Gamawan Fauzi, mengatakan, usulan mengenai kategori batik cukup baik. Batik yang terus berinovasi juga menjadi tuntutan pasar. Jika tidak bisa memenuhi selera pasar yang terus berkembang, batik malah bisa ditinggalkan masyarakat. “Asal tetap diproduksi di dalam negeri, berbagai jenis batik harus tetap diakui. Jangan sampai, produk asing yang malah memanfaatkannya,” kata Vita.

Sementara itu Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Alpha Gabela Priyatmono mengatakan, industri batik merupakan salah satu industri rumah tangga di Indonesia. Kondisi tersebut memberi dampak negatif, karena tidak ada standarisasi kualitas. “Pewarnaan pada batik, harus tidak gampang luntur, karena warnanya akan tumpang tindah. Selain itu, pendaftaran standarisasi batik nasional, telah diusulkan pelaku usaha agar konsumen batik terlindungi,” kata Alpha.

Menurut Alpha, SNI batik sudah disampaikan kepada pemerintah dan pelaku usaha mendukung langkah pemerintah memberikan 3 SNI batik. Saat ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Balai Besar Kerajinan dan Batik serta Kementerian Perindustrian sedang menyusun standarisasi tersebut.

“Jika sudah ada SNI, batik Indonesia mampu bersaing dengan produk berbasis kain yang lain, seperti tekstil. Sebab, sudah ada standar kualitas batik yang jelas dan pemerintah serta pelaku usaha menyambut postif pemberian SNI batik,” ujarnya.

(iwan)

Sumber : neraca.co.id, Rabu 23 November 2011.
Link : http://www.neraca.co.id/2011/11/22/pemerintah-wajibkan-sni-untuk-produk-batik/




­