Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Gempuran produk impor terus berlanjut

  • Kamis, 07 April 2011
  • 1045 kali
Kliping Berita

Tak mustahil jika suatu waktu nanti Indonesia menjadi pasar besar bagi produk impor. Pasalnya, dari tahun ke tahun, tren impor terus melonjak. Tidak terkecuali pada awal tahun ini. Saat 2011 baru berlalu 4 bulan, angka impor produk tertentu udah melejit.

Nilai impor lima produk tertentu selama periode Januari-Maret 2011 melonjak hampir 50% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Produk elektronik mendominasi nilai impor terbesar.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor lima produk itu pada periode Januari-Maret tahun ini mencapai US$1,41 miliar sementara pada periode yang sama tahun lalu, nilai impor produk tertentu tersebut tercatat hanya sebesar US$976,1 juta. Adapun pada Maret saja, nilai impor kelima produk itu sebesar US$371 juta.

Produk elektronik menguasai pasar impor hingga 91 % dari total nilai impor produk tertentu selama Januari-Maret 2011. Total nilai impor produk elektronik mencapai USS1,29 miliar.

Produk makanan dan minuman menempati posisi kedua sebagai produk impor dengan nilai impor terbesar yang mencapai US$44,8 juta disusul pakaian jadi US$33,6 juta, alas kaki 26,3 juta, dan mainan anak-anak US$15,5 juta.

Tidak seperti sebelumnya, pasar impor di dalam negeri selama periode Januari-Maret 2011 dikuasai oleh Hong Kong. Total impor kelima produk dari Hong Kong mencapai.US$517 juta sementara China yang biasanya merajai pasar impor menempati posisi kedua dengan nilai impor mencapai US$447,3 juta.

Tingginya nilai impor dari Hong Kong tersebut didominasi oleh besarnya nilai impor produk elektronik yang mencapai US$507 juta dalam 3 bulan pertama tahun ini. Adapun impor elektronik dari China hanya sebesar US$406 juta. Impor dari Hong Kong untuk produk lainnya tercatat relatif kecil dan nilai impornya jauh di bawah China.

Sementara itu, China menguasai pasar impor terbesar untuk tiga produk yakni alas kaki, pakaian jad, dan mainan anak-anak dengan nilai impor selama triwulan pertama masing-masing mencapai US$14,2 juta, US$10,1 juta, dan US$11,0 juta. Untuk produk makanan dan minuman, nilai impor terbesar berasal dari Malaysia.

Wakil Sekjen Federasi Gabungan Elektronik (F-Gabel) Yeane Kett mengatakan tingginya angka impor elektronik hams dilihat secara detail dari segi produknya apakah telepon genggam, netbook, komputer, atau home appliances.

Untuk Gabel sendiri, kata dia.produk yang diimpor meliputi produk home appliances yang terbagi dalam dua kategori yakni white goods (mesin cuci, AC, dispenscer, blender, dll) dan brown goods (LCD, sound system, dll) serta produk perkantoran di antaranya printer.

"Impor untuk jenis produk tersebut relatif tidak banyak dan catatan kami impor Gabel tersebut lebih banyak adalah komponen untuk diproduksi dalam negeri. Kalau ada impor barang jadi, itu hanya untuk test market saja," kata Yeane kepada Bisnis, kemarin.

Terkait sumber impor , Yeane mengungkapkan impor komponen lebih banyak berasal dari China. "Kalaupun impor dari Hong Kong lebih besar, saya pikir Hong Kong adalah bagian dari China juga. Jadi barang dari Hong Kong pun sebe tulnya adalah barang dari China."

Suhanda Wijaya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), mengatakan tingginya impor dari HongKong disebabkan oleh regulasi ekspor yang lebih mudah, sehingga eksportir dari China cenderung melakukan ekspor melalui Hong Kong.

"Ini soal regulasi ekspor saja. Ekspor dari Hong Kong lebih mudah dibandingkan dari China," kata Suhanda.

Dia menambahkan Hong Kong sama sekali tidak memiliki industri elektronik sehinga dapat dipastikan barang dari Hong Kong adalah barang China.

Relokasi industri

Ddta juga menunjukkan impor elektronika terbesar didominasi oleh telepon untuk jaringan seluler atau jaringan tanpa kabel {handphone), laptop, dan komputer personal.

Suhanda mengakui tingginya angka impor laptop dan komputer personal dapat dipahami karena belum ada industri dalam negeri yang memproduksi barang tersebut. "Wajar tinggi karena belum ada industrinya. Meski sudah ada beberapa industri dengan brand lokal tapi itu pun masih sebatas assembly yang komponennya juga masih diimpor," katanya.

Kondisi ini, kata dia, seharusnya diperhatikan pemerintah terutama bagaimana mendorong industri yang memiliki pasar yang besar di Tanah Air untuk merelokasi industrinya ke dalam negeri. "Harus ada kemauan keras dari pemerintah untuk mendorong relokasi industri."

Yeane menambahkan dalam kondisi serbuan barang impor tersebut, implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) seharusnya dipercepat. (mamLbcnyamiii®bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis 7 April 2011. Hal. 6




­