Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

DPR Dipastikan Bentuk Panja CAFTA

  • Jumat, 19 Februari 2010
  • 1161 kali

Kliping Berita

JAKARTA (Suara Karya): Komisi VI DPR dipastikan membentuk panitia kerja (panja) terkait pemberlakuan kesepakatan kawasan perdagangan bebas China dan ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA) setelah rapat gabungan dengan lima menteri terkait pada akhir bulan ini. Rapat kerja gabungan dengan lima menteri ini dinilai perlu sebelum dibentuknya panja untuk memantau pelaksanaan CAFTA.

Anggota Komisi VI DPR Dodi Reza Alex mengatakan, rapat kerja gabungan dilakukan agar pihak-pihak terkait bisa melihat persoalan secara lebih holistik, sehingga koordinasi bisa dilakukan untuk mengantisipasi dampak CAFTA. "Komisi VI DPR berharap kelima menteri bisa hadir dan berbagi pandangan dengan kami," katanya di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, melihat perkembangan yang ada, tampaknya tidak ada lagi opsi bagi Indonesia untuk menarik diri dari pemberlakuan CAFTA. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya meminimalisasi dampak negatif dari pelaksanaan CAFTA sambil mencari celah dari kesepakatan yang bisa menguntungkan Indonesia. Selain mengintensifkan renegosiasi, pemerintah juga harus menata sektor industri manufaktur di Tanah Air untuk meningkatkan daya saing. "Kita harus bisa mendorong industri untuk lebih mandiri, maju, dan kuat," ujarnya.

Seiring dengan proses negosiasi ulang yang dilakukan Indonesia dengan China dan negara-negara di ASEAN lainnya, dalam jangka pendek pemerintah harus merealisasikan insentif dan fasilitasi untuk industri-industri yang memiliki daya saing lebih kuat. "Bukankah kita mendengar ada dana sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 11 triliun yang dapat digunakan sebagai ruang untuk bermanuver. Salah satunya insentif dan dukungan untuk meningkatkan daya saing industri," tutur Dodi.

Di sisi lain, pemerintah juga harus mengoptimalkan peran lembaga-lembaga yang bertugas menjaga praktik perdagangan yang adil, seperti Komisi Anti-Dumping Indonesia (KADI), Badan Standardisasi Nasional (BSN), untuk menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) yang ketat serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi produk ilegal dan merugikan kesehatan konsumen. "Karena waktunya mendesak, maka sebaiknya tak lagi banyak wacana. Ini waktunya melakukan aksi," kata dia.

Dodi lantas menunjukkan upaya yang sudah bisa dilakukan untuk mengantisipasi dampak pelaksanaan CAFTA. Misalnya, perlunya pemerintah memberikan dukungan bagi produk-produk unggulan di suatu wilayah/daerah, seperti komoditas alam di Sumatera, produk manufaktur di Jawa, batu bara di Kalimantan, dan nikel di Sulawesi. Yang tak kalah penting, perlindungan untuk produk kerajinan dan produk industri kreatif lainnya di berbagai daerah.

Di tempat terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat pekerja/buruh (SP/SB) sepakat membentuk Forum Bipartit Nasional (FBN) sebagai wadah untuk menghadapi dampak pemberlakuan CAFTA. Kolaborasi ini dilakukan Apindo bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Sarikat Buruh Muslim Indonesia (Saburmusi), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN).

Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menyatakan, pembentukan FBN merupakan bagian dari antisipasi dunia usaha Indonesia terhadap dampak pemberlakuan CAFTA terhadap industri nasional. Dengan adanya FBN, diharapkan terjadi hubungan saling percaya serta tidak saling mencurigai antara perusahaan dan para pekerja. Dalam hal ini, hubungan yang baik antara pemberi kerja dan karyawan harus kukuh, sehingga dapat menciptakan usaha yang lebih sehat dan berujung pada peningkatan kesejahteraan karyawan.

"Semua sadar, baik pengusaha maupun pekerja, bahwa kelangsungan usaha harus tetap terjaga," katanya. (Andrian)

Sumber : Suara Karya Online, Jum'at 19 Februari 2010
Link : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=246927




­