Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI hortikultura segera diterapkan

  • Rabu, 20 Januari 2010
  • 8870 kali
Daya saing produk buah dan sayuran harus digenjot
JAKARTA: Pemerintah akan mempercepat penerapan standar nasional Indonesia (SNI) untuk produk hortikultura. Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian tengah menyelesaikan rancangan SNI wajib untuk produk hortikultura.

"Dalam jangka 2 tahun ke depan [2012] harus sudah mulai diberlakukan SNI wajib," ujar Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Ahmad Dimyati usai meluncurkan Perpustakaan Digital Ditjen Hortikultura di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan saat ini produk hortikultura impor membanjiri Indonesia. "Tidak hanya saat Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Sebelum ACFTA, produk hortikultura impor sudah membanjir di dalam negeri," ungkap dirjen.

Oleh karena itu, tambahnya, SNI wajib untuk komoditas buah-buahan dalam negeri harus diselesaikan. Dengan demikian, katanya, produk buah impor yang dikonsumsi dalam negeri harus layak.

Dia menyatakan sebelum menerapkan persyaratan SNI, terlebih dulu harus meningkatkan daya saing produk dalam negeri. "Saat ini, penerapan SNI sifatnya masih sukarela belum merupakan kewajiban, diharapkan dalam 2 tahun lagi bisa terwujud."

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura dalam negeri, menurutnya, adalah perbaikan kualitas, dan penyusunan standar sesuai dengan perkembangan zaman. Khusus untuk benih hortikultura, meskipun belum menerapkan SNI, tetapi pemerintah sudah menggunakan standar benih yang merujuk pada Internasional Seed Testing Association (ISTA).

Menyinggung komoditas hortikultura yang akan wajib SNI, Dirjen menyatakan, diprioritaskan pada produk yang impornya tinggi seperti jeruk, apel, anggur dan durian. "Oleh karena itu,daya saing produk tersebut harus digenjot," katanya.

Selama ini, penerapan SNI wajib belum maksimal karena pemberlakuan SNI wajib harus memperhatikan beberapa ketentuan. Ketentuan itu seperti kesepakatan dari petani untuk menerapkan wajib SNI.

Dalam hal ini petani sanggup dan bersedia untuk menghasilkan produk pertanian sesuai dengan SNI. Jika hal tersebut gagal dipenuhi, produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan baik di dalam negeri maupun internasional.

Selain itu, juga harus tersedia infrastruktur penunjang untuk penerapan SNI wajib seperti lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, dan laboratorium uji yang terakreditasi. Di samping itu keputusan penerapan SNI wajib perlu dinotifikasikan oleh badan notifikasi sejak berupa rancangan keputusan.

Ekspor meningkat
Data yang dikeluarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian menunjukkan, selama 2004-2008 ekspor produk hortikultura berupa buah dan sayuran mengalami peningkatan, tetapi dalam periode yang sama juga terjadi kenaikan pada angka impor untuk komoditas serupa.

Pada 2004 ekspor sayuran Indonesia 107,49 juta kg, kemudian naik menjadi 236,22 juta kg pada 2006, tetapi turun menjadi 175,92 kg pada 2008.

Berdasarkan nilainya pada 2004 ekspor sayuran yang sedikitnya terdiri atas 15 komoditas itu mencapai US$60,98 juta dan pada 2006 menjadi US$126,27 juta, sedangkan 2008 hanya US$171,46 juta.

Komoditas sayuran yang diekspor dari Indonesia tersebut a.l. kentang, tomat, bawang merah, bawang putih, kubis/kol, jamur, mentimun, terung, wortel, bawang daun, kacang merah, buncis, bayam, dan cabai.

Sementara itu, ekspor produk buah-buahan pada 2004 mencapai 171,822 juta kg, naik menjadi 262,35 juta kg pada 2006 dan 2008 meningkat menjadi 323,88 juta kg. Ekspor produk buah-buahan tersebut secara total pada 2004 senilai US$100,16 juta kemudian pada 2006 naik menjadi US$144,49 juta dan 2008 mencapai US$234,86 juta. Jenis buah-buahan Indonesia yang diekspor di antaranya pisang, nenas, alpukat, jambu biji, mangga, manggis, jeruk, pepaya, rambutan, duku, semangka, durian dan melon.

Volume impor sayuran pada 2004 mencapai 441,94 juta kg senilai US$156,87 juta, tetapi pada 2008 telah naik menjadi 917,19 juta kg dengan nilai US$442,41 juta. Impor buah-buahan dalam periode yang sama juga mengalami peningkatan yakni dari 355,25 juta kg pada 2004 menjadi 501,96 juta kg pada 2008. Begitu juga secara nilai meningkat dari US$186,40 juta menjadi US$474,18 juta.

Ahmad Dimyati mengakui sejak 2006 impor buah-buahan mengalami peningkatan yang tajam karena pemerintah menerapkan bea masuk 0%. (diena.lestari@bisnis.co.id)

Oleh Diena Lestari
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu 20 Januari 2010, Hal.i8



­