Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Impor dari China masih normal

  • Jumat, 15 Januari 2010
  • 1615 kali
DPR desak penerapan ACFTA ditunda

JAKARTA: Memasuki pekan ketiga penerapan implementasi liberalisasi pasar dalam kerangka Asean China FTA (ACFTA), penggunaan fasilitas surat keterangan asal (SKA) barang dari China masih normal.

Kendati demikian, Direktorat Bea dan Cukai akan memaksimalkan langkah pengawasan dan monitoring melalui sistem peringatan dini untuk mengamati lonjakan penggunaan fasilitas SKA tersebut oleh importir.

"Masih normal. Belum kelihatan adanya lonjakan. Kami menggunakan early warning system. Dari situ bisa kelihatan seberapa jauh importir yang menggunakan fasilitas SKA. Akan kelihatan apakah naik atau turun," kata Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Thomas Sugijata kepada Bisnis, kemarin.

Selain memaksimalkan monitoring terhadap lonjakan SKA, menurut Thomas, Bea dan Cukai akan memperketat pelabuhan sepanjang Selat Malaka. Pelabuhan di sepanjang Selat Malaka tersebut merupakan titik berat perhatian BC selain pelabuhan lainnya, karena berpotensi sebagai pintu masuk impor barang.

Pada kesempatan terpisah, Sekjen Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman mengatakan strategi kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dalam upaya melindungi produk dalam negeri yang dianggap terancam eksistensinya setelah implementasi ACFTA akan dilakukan melalui tiga pilar, yakni penguatan dan peningkatan kualitas dan daya saing produk dalam negeri, pembinaan pelaku usaha, serta pengawasan barang dan jasa beredar di pasar.

"Kami juga akan menindak tegas barang impor yang tidak memenuhi syarat wajib SNI," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, kemarin.

Desak penundaan

Dalam RDP kemarin, Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Ario Bima menegaskan pihaknya tetap meminta penundaan implementasi liberalisasi tarif ACFTA sambil melakukan renegosiasi dan langkah-langkah penguatan internal.

Menurut dia, industri dalam negeri sebetulnya belum siap menghadapi implementasi perdagangan bebas tersebut.

Ario melanjutkan dengan adanya penundaan yang ditindaklanjuti dengan langkah renegosiasi, maka Indonesia dapat menggunakan waktu selama proses renegosiasi selama satu setengah tahun untuk memperkuat daya saing industri.

"Tidak bisa jalan terus sambil renegosiasi karena itu hanya akan membuat industri kita makin tertekan," tuturnya.

Nasril Bahar, anggota Komisi VI dari Fraksi PAN mengatakan DPR juga meminta pemerintah memberi kejelasan proses langkah notifikasi ke Asean agar memberi kepastian kepada 228 produk yang masuk dalam daftar renegosiasi. (Sepudin Zuhri) (maria.benyamin@bisnis.co.id)
Oleh Maria Y. Benyamin

Sumber : Bisnis Indonesia, Jum’at 15 Januari 2010, Hal. 5



­