Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

RI Minta Jepang Revisi Standar Residu Kopi

  • Jumat, 10 Februari 2012
  • 1989 kali
Kliping Berita

JAKARTA - Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) dan Kementerian Perdagangan akan mendesak Pemerintah Jepang untuk merevisi ambang batas residu pestisida kalbaril dalam kopi robusta. Standar residu tersebut menghambat ekspor kopi robusta RI ke negara tersebut.

Ketua Umum Gaeki Hutama Sugandhi menjelaskan, ekspor kopi robusta senilai USS 1,35 juta per tahun ke Jepang terhambat sejak aturan tersebut diterapkan pada 2009.

"Kopi robusta yang ditolak masuk ke Jepang, kendati sudah berada di pelabuhan negara itu bisa mencapai 20-30 kontainer per tahun, dengan nilai sekitar USS 45.000 per kontainer," ujar Hutama di Jakarta, Rabu (8/2).

Gaeki bersama pemerintah akan mengupayakan agar ambang batas bisa direvisi minimal sama dengan yang ditentukan oleh negara-negara Uni Eropa, sehingga ekspor kopi robusta ke Jepang bisa kembali maksimal.

"Pihak Jepang akan ke Indonesia untuk itu (mengkaji penurunan ambang batas). Kami harapkan penurunan sudah bisa dilakukan sebelum panen kopi pada Juni," kata Hutama usai diterima Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.

Dia menuturkan. Pemerintah Jepang menerapkan ambang batas residu pestisida karbaril sebesar 0,01%, yang dinilai cukup rendah bagi eksportir kopi Adapun, kopi robusta sering terkena karbaril.

Menurut Sugandhi, pihaknya sebenarnya sudah sejak 2011 mengupayakan agar Pemerintah Jepang mau merevisi ambang batas residu pestisida karbaril. Hal ini penting dilakukan karena Jepang merupakan negara tujuan ekspor kopi terbesar kedua setelan Jerman.

"Jepang itu pasar yang besar bagi Indonesia Tiga negara terbesar pasar ekspor kopi Indonesia adalah Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat," paparnya.

Anggota Gaeki Moenardji Soedargo menambahkan, beberapa eksportir kopi anggota Gaeki sejak September 2011 menjadi perwakilan swasta dari Indonesia yang mengadakan dialog dengan Jepang. "Kemudian, ditindaklanjuti dengan pembahasan government-to-go-vcmmenl antara Indonesia dan Jepang," kata dia.

Moenardji mengharapkan Gaeki dan pemerintah ke depan bisa bersama-sama kembali meningkatkan performa Indonesia terkait dengan kerja sama internasional, sehingga kasus seperti Jepang ini tidak terjadi di negara lain.

"Kami baru saja bertemu menteri perdagangan, dan beliau setuju untuk menjadi pembina dari Gaeki. Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga di dunia harus mampu berbicara banyak di level internasional," paparnya.

Meskipun jadi salah satu negara penghasil kopi terbesar dunia, Indonesia tahun lalu masih mengimpor kopi berkisar 40 ribu-50 ribu ton dari Vietnam.

"Kebutuhan kopi di dalam negeri terus meningkat dan sudah mencapai 200 ribu ton. begitu pula permintaan untuk pasar ekspor. Sementara produksi kopi Indonesia relatif stagnan," kate Isdarmawan Asrikan, sekretaris umum Asosiasi Eksportir Kupi Indonesia (AEK1)

Tahun ini. produksi kopi diperkirakan 600 ribu ton, untuk memenuhi pasar domestik 200 ribu ton dan sisanya ekspor. Volume ekspor tidak bisa dikurangi karena tingginya permintaan dunia terhadap kopi Indonesia Sedangkan produksi pada 2011 tidak mencapai 400 ribu ton, akibat anomali cuaca.

Hutama menuturkan, Gaeki sudah mengusulkan kepada pemerintah agar ada perluasan perkebunan, sehingga produksi kopi Indonesia bertambah, khususnya jenis arabika.

Selain itu, pihaknya akan menaikkan produktivitas untuk kopi jenis robusta dari 700 kg/ha menjadi 1,5 ton/ha Harga kopi arabika saat ini USS 7-USS 8 per kilogram, sedangkan robusta USS 2-USS 2.5 per kilogram. (ina)

Sumber : Investor Daily, Jumat 10 Februari 2012, Hal. 7.