Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mendesak, Investasi Bahan Baku Ban

  • Selasa, 14 Desember 2010
  • 1191 kali
Kliping Berita

JAKARTA – Indonesia membutuhkan investor bahan baku ban guna mendukung pertumbuhan industri ban nasional. Investor baru diharapkan masuk ke industri pengolahan karet alam dan bahan baku pendukung lainnya, seperti sulfur.

“Minimnya industri pengolahan bahan baku telah berakibat pada industri ban di Tanah Air masih bergantung pada impor beberapa jenis bahan baku yang belum diproduksi di dalam negeri,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane di Jakarta, baru-baru ini.

Selama ini, menurut dia, Indonesia banyak mengekspor karet mentah yang belum bisa ditampung dalam industri pengolahan karet di dalam negeri yang masih terbatas. Padahal, industri ban domestik sebenarnya membutuhkan pasokan karet setengah jadi yang lebih banyak.

Saat ini, industri ban di Bandung ada yang terpaksa ditutup karena kesulitan pasokan bahan baku karet siap olah menjadi ban. Sementara itu, impor karet setengah jadi juga hanya bisa dilakukan terbatas karena permintaan dari produsen di luar negeri cukup besar.

Azis berpendapat, Indonesia sudah saatnya mengembangkan industri pengolahan karet dan bahan baku lainnya guna mendukung industri ban nasional. “Industri ban nasional yang masih beroperasi saat ini sebenarnya sudah memanfaatkan 100% karet alam lokal, sehingga ban yang diproduksi memiliki kandungan lokal hingga 62%,” imbuhnya.

Sementara itu, produsen ban nasional saat ini juga harus mengimpor sulfur untuk perekat ban, seperti dari  India, Korea, Taiwan, dan Tiongkok. “Karena itu, kami berharap pemerintah fokus mengundang investor di sektor bahan baku untuk industri ban,” tutur dia.

Industri Ban

Terpisah, Corporate Communication PT Gadjah Tunggal Tbk Joseft Landri mengatakan, pihaknya telah memproduksi ban dengan serapan kandungan lokal hingga 70% dengan memanfaatkan karet alam lokal. “Memang beberapa bahan baku harus kami impor karena Indonesia belum memproduksinya,” kata Joseft.

Dia mengklaim, sebagai produsen ban terbesar di kawasan Asia Tenggara, Gadjah Tunggal saat ini menguasai 22% pangsa pasar ban mobil di Indonesia. Angka tersebut sudah lumayan bagus karena perseroan termasuk pemain baru dibandingkan dengan produsen ban berkelas dunia lainnya.

“Untuk ban motor, ban produksi Gadjah Tunggal yang bermerek IRC bahkan memimpin pasar dengan pangsa sebesar 60%,” imbuhnya.

Pada kesempatan itu Azis juga menyoroti maraknya peredaran ban impor illegal di Tanah Air. Sebagai contoh, ada ban truk dan bus yang masuk ke Indonesia dengan menggunakan standar nasional Indonesia (SNI) 18 PR dari seharusnya berstandar 16 PR.

Konsumen lebih memilih label SNI 18 PR karena menganggap spesifikasi tersebut lebih kuat. Ban impor illegal dari India dan Tiongkok itu sebagain besar masuk melalui Kalimantan dan tersebar ke Kota Pontianak, Samarinda, dan Banjarmasin, termasuk Sarawak (Malaysia).

“Itu tentu saja menganggu pasar lokal. Kami mempertanyakan, kenapa Bea dan Cukai masih mengizinkannya masuk,” kata Azis. (eme)

Sumber : Investor Daily, Selasa 14 Desember 2010, hal. 8.