Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Cara Meningkatkan Kualitas Biji Kakao melalui Teknologi Fermentasi

  • Sabtu, 30 Mei 2020
  • 12571 kali

TABLOIDSINARTANI.COM -- Biji Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao.

Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain. Namun di sisi lain kakao Indonesia juga mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak coklat dan menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia, sebagai salah satu negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain tidak terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten.

Rendahnya produktivitas dan mutu kakao Indonesia terutama disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena biji kakao yang diperdagangkan oleh petani pada umumnya tidak difermentasi terlebih dahulu, padahal mutu biji dan harga jual kakao yang telah difermentasi lebih baik daripada yang belum difermentasi dan patokan harga di pasar internasional berdasarkan biji kakao yang telah difermentasi (Kanara, 2009).

Rendahnya mutu kakao tersebut terutama adalah karena kemampuan petani perkebunan kakao rakyat baik kemampuan untuk memanfaatkan teknologi maupun kemampuan terkait dengan pengetahuan manajerialnya sehingga perilaku petani perkebunan kakao pada umumnya cenderung memperdagangkan biji kakao yang tidak difermentasi. Padahal jika petani kakao rakyat tersebut melakukan fermentasi pada pascapanen yang bertujuan untuk menghasilkan produk kakao bermutu dan berdaya saing tinggi tentu saja akan meningkatkan harga dan memperoleh nilai ekonomi yang lebih baik bagi petani perkebunan kakao rakyat itu sendiri. Untuk memenuhi ketentuan pasar internasional tersebut perlu menjaga mutu biji kakao dengan kesiapan teknologi dan sarana pascapanen yang cocok untuk kondisi petani agar dapat menghasilkan biji kakao dengan mutu sesuai kebutuhan pasar.

Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk menjaga mutu biji kakao tersebut, teknologi fermentasi biji kakao menjadi sangat penting dan mutlak dilakukan oleh para petani di Indonesia karena harga biji kakao sangat ditentukan berdasarkan harga pasar internasional difermentasi atau tidaknya biji kakao yang diperdagangkan. Seiring dengan tuntutan pasar yang semakin memperhatikan mutu, pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) membuat standar mutu biji kakao Indonesia yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 1991). Ketentuan standar SNI ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu ditentukan sebagai tolak ukur untuk pengawasan pengendalian mutu. Setiap bagian biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan standar mutu tersebut yang diawasi oleh lembaga pengawasan terkait yang ditunjuk. Salah satu prasyarat menjaga mutu biji kakao tersebut adalah fermentasi.

Ketentuan SNI Biji kakao tersebut telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/OT.140/9/2012, tentang pedoman penanganan pascapanen kakao. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu biji kakao dan mampu mengangkat kakao nasional agar dapat bersaing baik di pasar domestik maupun global serta berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh karena itu setiap pelaku usaha perkebunan terutama petani perkebunan kakao rakyat harus memperhatikan dan menjaga mutu biji kakao sesuai dengan SNI yang telah ditetapkan. Nilai ekonomi atau harga biji kakao yang lebih tinggi dapat diperoleh jika para petani perkebunan rakyat melakukan fermentasi sebelum menjualnya ke pedagang pengumpul atau pedagang besar. Penelitian di sektor perkebunan khususnya komoditi kakao penting dilakukan karena kakao merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peran penting bagi perekonomian nasional, sebagai salah satu komoditi unggulan dan penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan.

Untuk mencapai target produksi kakao tahun 2020 serta mendapat kakao bermutu baik, perlu disampaikan cara pengolahan kakao yang baik dilakukan dengan diawali melakukan pemilihan (sortasi) lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pemeraman dan pengolahan biji.

Memilih Biji Kakao

Pemilihan buah kakao, dimaksudkan agar diperoleh buah yang sehat bebas dari pencemaran pestisida ataupun terserang hama dan penyakit, busuk atau cacat. Pemilihan buah merupakan hal sangat penting terutama jika buah hasil panen harus disimpan terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya. Pemeraman atau penyimpanan buah, bertujuan untuk mengurangi kandungan pulpa (sampai batas tertentu) yang melapisi biji kakao. Pulpa kakao yang berlebihan bersifat menghambat proses fermentasi.

Pemeraman buah dilakukan dengan menyimpan buah kakao hasil panen dikebun selama 5-12 hari dengan cara: 1) penyimpanan dilakukan ditempat yang bersih, terbuka (tetapi terlindung dari panas matahari langsung) dan aman dari gangguan hewan; 2) buah dimasukkan dalam keranjang atau karung goni dan diletakkan dipermukaan tanah yang telah dipilih sebagai lokasi penyimpanan dengan dialasi daun-daunan; 3) permukaan tumpukan buah ditutup dengan daun-daun kering. Pada tahap pemeraman ini bila pemilihan buah tidak dilakukan dengan baik, maka tingkat kehilangan panen akibat busuk buah akan cukup tinggi. Perkembangan kematangan buah hendaknya diawasi agar terhindar dari kerusakan atau pembusukan.

Pengolahan biji dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) pemecahan buah kakao; 2) fermentasi biji kakao; 3) pencucian; 4) pengeringan; 5) pemilihan biji kakao; 6) pengemasan; 7) penyimpanan biji kakao. Pemecahan buah kakao, dilakukan dengan pemukul kayu dan diambil bijinya, kemudian biji dipilih yang baik, biji yang cacat dipisahkan, selanjutnya biji yang baik difermentasikan sedang biji yang cacat langsung dikeringkan. Jumlah biji yang akan difermentasikan sebaiknya tidak kurang dari 50 kg yang dapat diperoleh dari sekitar 500 buah kakao yang matang dan sehat.

Bila jumlah buah belum mencukupi, dianjurkan mengumpulkan buah dari beberapa kali pemetikan. Selanjutnya, biji kakao basah ditumpuk diatas daun pisang atau dimasukan kedalam keranjang atau wadah yang terbuat dari batang pisang atau kotak kayu, kemudian ditutup dengan daun pisang atau karung goni. Tebal lapisan tumpukan biji tidak melebihi 40 cm. Selanjutnya dilakukan pembalikan biji sebanyak sekali setelah 18 jam (2 hari) fermentasi. Cara pembalikan biji dari atas ke bawah, dan dari samping ke tengah. Pengadukan jangan terlalu sering karena akan menyebabkan biji kakao berwarna hitam sehingga menurunkan mutu.

Fermentasi

Fermentasi dilakukan selama 5-7 hari. Perendaman dan pencucian, dilakukan dengan tujuan menghentikan proses fermentasi dan untuk memperbaiki kenampakan biji. Biji yang tidak dicuci kenampakannya kurang baik, sedangkan pencucian bersih meningkatkan jumlah biji pecah dan mengurangi berat. Disarankan pencucian dilakukan setengah bersih karena akan memberikan kenampakan baik, mempercepat pengeringan dan tidak terlalu menurunkan rendemen (berat). Perendaman dilakukan selama 3 jam, dan pencucian dapat dilakukan secara manual dengan tangan atau menggunakan mesin cuci. Pengeringan, dilakukan dengan cara menjemur biji kakao yang sudah difermentasi dengan menggunakan balai-balai bambu setinggi 1 meter dari tanah, atau diatas tikar/lantai jemur.

Tinggi tumpukan tidak lebih dari 3 lapis biji. Lama pengeringan kira-kira 5 hari penjemuran pada sinar matahari terik. Pemilihan biji kakao, dilakukan dengan memisahkan biji kakao dari biji pecah, rusak, kotoran atau benda asing lainnya, selanjutnya biji yang berukuran sangat kecil (panjang < 1> cm). Pengemasan, biji kakao dikemas dalam karung goni dan jangan menggunakan karung plastik. Penyimpanan biji kakao dilakukan di tempat yang kering, bersih dan tidak tercampur dengan bahan-bahan yang lain yang berbau tajam. Jangan menyimpan biji kakao dipara-para karena biji akan hitam dan menyerap bau asap.

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

Beberapa faktor penyebab mutu kakao beragam yang dihasilkan adalah minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu serta penerapan teknologi pada seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat yang tidak berorientasi pada mutu. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi aspek phisik, cita rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Tahapan proses pengolahan dan spesifikasi alat dan mesin yang digunakan yang menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Selain itu pengawasan dan pemantauan setiap tahapan proses harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi penyimpangan mutu, karena hal demikian sangat diperhatikan oleh konsumen, disebabkan biji kakao merupakan bahan baku makanan atau minuman. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.

Peran Penyuluh Pertanian sangat penting dalam pendampingan dan pengawalan mulai dari budidaya sampai pasca panen kakao kepada para pekebun, terutama dalam proses fermentasi sehingga menghasilkan kualitas biji kakao yang bermutu. Jika kualitasnya bagus maka harga jualnya akan lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pekebun.

 

Tautan Berita: Cara Meningkatkan Kualitas Biji Kakao melalui Teknologi Fermentasi