Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Aturan SNI Minyak Goreng Akan Dirombak

  • Selasa, 15 September 2015
  • 3291 kali

 

JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kewajiban Standar  Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng sawit  termasuk ke dalam bagian kebijakan deregulasi  pemerintah. SNI minyak goreng tercantum dalam  Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Sawit .

Berdasarkan informasi yang diterima SAWIT INDONESIA, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/2015 diusulkan supaya untuk dapat disederhanakan atau dihapus. Aturan ini mengatur standar  teknis minyak goreng seperti peralatan uji mutu, kadar vitamin, sistem sertifikasi dan manajemen mutu.

Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan paket ekonomi ntara lain penyederhanaan peraturan atau deregulasi untuk meningkatkan iklim usaha dan menggerakkan roda perekonomian. Joko Widodo, Presiden RI,  menjelaskan terdapat 89 peraturan dari 154 regulasi yang sifatnya menghambat daya saing industri akan dirombak. Tujuannya, menghilangkan tumpang tindih aturan dan duplikasi kebijakan.

Pelaku industri merespon positif apabila Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/2015 benar dihapus. Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengatakan salah satu masalah krusial SNI minyak goreng adalah pengemasan produk minyak goreng.  Kendati SNI akan berjalan pada Maret 2016, tetapi pelaku industri keberatan apabila regulasi ini diimplementasikan.

Merujuk data GIMNI, konsumsi minyak goreng curah di dalam negeri mencapai 4 juta ton. Sedangkan, minyak goreng non curah berjumlah 1 juta ton. Supaya mencapai target seluruh minyak goreng dapat dikemas setidaknya perlu 1.600 unit packing line.

“Kalau minyak goreng termasuk curah wajib dikemas, pelaku harus mengeluarkan dana Rp 1,2 triliun untuk investasi pengemasan. Ini akan membebani industri dan konsumen,” kata Sahat pada Kamis kemarin (10/9).

Belum lagi pelaku usaha akan berhadapan kepada masalah fasilitas pengemasan yang perlu disiapkan di pabriknya. Sedangkan tidak semua pabrik minyak goreng punya lahan luas. Masalah lain, biaya distribusi minyak goreng naik sekitar 20%. Ini akan berdampak kepada kenaikan harga minyak goreng di masyarakat.