Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

10 Perusahaan kejar sertifikat hutan lestari

  • Kamis, 26 Januari 2012
  • 1574 kali
Kliping Berita

SEPUDIN ZUHRI Bisnis Indonesia

JAKARTA Sebanyak 10 perusahaan pemilik konsesi hutan dengan luas area lebih dari 500.000 hektare di Kalimantan bergabung dengan The Borneo Initiative [TBI] guna memperoleh sertifikat Forest Stewardship Council (FSC) untuk pengelolaan hutan lestari.

CEO WWF Indonesia Efransyah Nasution mengatakan saat ini baru 2% hutan di Indonesia yang sudah memiliki sertifikat SFC.

"WWF Indonesia menyambut baik [10 perusahaan kehutanan bergabung dengan The Borneo Initiative], karena lebih dari 85% atau 480.000 hektare lahan kon-sesi yang baru saja menjadi anggota TBI berada di dalam dan sekitar Heart of Borneo," ujarnya saat acara Signing Ceremony 4th Round of The Borneo Initiative Support Agreements, di Jakarta kemarin.

Menurutnya, bergabungnya 10 perusahaan itu merupakan tahap penting dalam pengelolaan hutan lestari dan menunjukkan peranan penting sektor bisnis dalam mempromosikan ekonomi hijau di salah satu wilayah kerja WWF.

WWF Indonesia merupakan organisasi independen yang menjadi bagian dari jaringan WWF serta merupakan organisasi konservasi global.

Heart of Borneo merupakan inisiatif Brunei Darussalam, In-donesia, dan Malaysia berdasarkan prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan untuk hutan tropis dataran tinggi di Borneo.

Sementara itu, The Borneo Initiative merupakan yayasan nonprofit yang berbasis di Belanda yang fokus dalam memperlambat laju degradasi dan hilangnya tutupan hutan di kawasan tropis.

Menurutnya, setelah TBL beroperasi, tiga hutan konsesi memperoleh sertifikat SFC dengan cakupan wilayah kelola 429.460 ha hutan alam. Ketiga konsesi bersertifikat itu adalah PT Suka Jaya Makmur (171.340), PT Narkata Rimba (41.540 ha), dan PT Sarpatin (216.550 ha).

Direktur PT Sarpatin Hans Widjajanto mengatakan ekspor kayu merupakan hal penting bagi bisnis perusahaan itu. "Jaringan internasional kami ingin memperoleh kepastian bahwa mereka mempergunakan kayu dari produsen yang bertanggung jawab, sehingga dapat menghindari permasalahan larangan impor."

Dia menilai sertifikat SFC merupakan hal logis dalam bisnis, karena dengan sertifikat itu perusahaan dapat membangun ikatan yang lebih kuat dengan konsumen untuk menghadapi persaingan harga.

Indonesia memiliki skema sertifikasi untuk legalitas kayu yang bersifat wajib yaitu Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)dan Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan (PHPL) serta sertifikat pengelolaan hutan bersifat sukarela (LEI).

Menurutnya, pasar ekspor tidak familier dengan sertifikat tersebut dan standar yang paling umum digunakan di dunia adalah SFC.

The Borneo Initiative menargetkan 4 juta ha hutan pada 2014 bersertifikat SFC, sedangkan saat ini baru sekitar 1 juta ha hutan alam yang memiliki sertifikat itu.

TBI akan membantu sekitar 24 HPH dengan luas 3 juta ha menuju sertifikasi SFC sampai 2013. Pada saat ini, 16 HPH dengan luas area 2,3 juta ha telah menandatangani surat perjanjian bantuan.

Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis 26 Januari 2012, Hal. i2.




­