Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Hati-hati Konsumsi Gula Merah

  • Selasa, 28 Juni 2011
  • 7025 kali
Kliping Berita

Kandungan Sulfit Lebihi Ambang Batas

BANYUWANGI – Hati-hati mengkonsumsi gula merah. Hasil penelitian dan uji coba menyebutkan kandungan sulfit dalam gula merah yang beredar di pasaran, melebihi ambang batas yang ditetapkan SNI (standar nasional Indonesia). Ini berlebihan dan membahayakan bagi kesehatan.

Arief Wicaksono, Manajer Kebun Kalisepanjang PTPN 12, menjelaskan selama ini pihaknya telah melakukan uji coba untuk melihat kadar sulfit gula merah di pasaran. Hasil yang diperoleh PTPN 12 ternyata kandungan sulfit gula merah yang saat ini beredar di pasaran mencapai 400-800 part per million. Ini berlebihan dan membahayakan.

“Kita telah melakukan uji coba terhadap gula kelapa yang ada di pasaran, dan ternyata hasil kandungan sulfitnya sampai 400-800 ppm. Padahal batas normal yang boleh dikonsumsi oleh manusia adalah 300 ppm, sedangkan SNI kandungan sulfit hanya 200 ppm,” tuturnya.

Melihat fenomena itu, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 12 menciptakan trobosan baru produk hilir gula kelapa, atau gula merah non sulfit (NS). Gula merah NS ini sebagai trobosan baru terhadap gula merah sebelumnya yang banyak mengandung obat atau sulfit yang melebihi batas normal yang boleh dikonsumsi.

Gula NS selain sesuai dengan SNI karena tidak mengandung sulfit sambung Arief, gula NS juga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula merah di pasaran. “Selisih harga gula NS dengan gula merah yang mengandung sulfit mencapai Rp 1.200 per kg,” ujarnya.

Potensi pasar gula merah NS cukup besar, mengingat glisemik indeks komoditas ini rendah. Gula merah NS layak dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus. “Di luar negeri harga 1 pon gula merah bisa mencapai Rp 119.000.  Padahal di sini per kilogram dijual Rp 4.000-5.000,” tutur Arief.

“Proses pembuatan gula NS juga lebih efisien karena menggunakan bahan bakar kayu lebih sedikit, dibandingkan gula merah yang dicampur kapur serta sulfit. Ini tentunya akan lebih efisien bagi para petani,” sambungnya.

Arief mengatakan, selama ini petani mempunyai pandangan yang keliru dalam penggunaan sulfit sebagai bahan untuk mengawetkan gula merah. Ia mengatakan, memang gula merah yang menggunakan sulfit bisa tahan hingga delapan bulan, sedangkan gula NS daya tahannya hanya satu sampai dua bulan. Namun, penggunaan sulfit tersebut tidak baik bagi kesehatan, ia menuduh ini  merupakan permainan tengkulak.

“Petani punya pemahaman yang keliru, memang penggunaan sulfit bisa mengawetkan gula merah sampai delapan bulan, namun itu tidak baik untuk kesehatan. Lagi pula, itu semua merupakan permainan tengkulak, agar bisa menyimpannya,” terangnya.

Melihat kondisi ini Arief mencoba untuk mengedukasi para petani, terutama petani di sekitar wilayah PTPN 12 untuk tidak lagi membuat gula merah yang menggunakan sulfit. “Hasilnya ada 1.382 petani di wilayah 1 mulai beralih untuk memproduksi gula NS ini,” tuturnya.

Gula NS ini mulai diproduksi oleh PTPN 12 sejak Januari 2011 sampai sekarang dengan luas areal efektif 1.200 hektare. Dalam seminggu PTPN 12 mampu memproduksi gula NS sampai 180 ton. Jumlah tersebut diserap oleh salah satu perusahaan pemroduksi kecap sebagai bahan produksinya.

“Sekitar 80% gula NS ini sudah diserap oleh perusahaan kecap nasional, namun ada juga permintaan dari Arab. Target kita di tahun 2012 mengekspor gula NS ke Timur Tengah, kita coba 225 ton per minggu,” pungkasnya. m24

Sumber : Surabaya Post Online, Selasa 28 Juni 2011.
Link : http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=d7013237485a7687e9eeda674ab9817c&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5




­