Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Tingkatkan Daya Saing Nasional dan Kinerja Perusahaan Melalui Standardisasi

  • Jumat, 24 Juni 2011
  • 1150 kali
Kliping Berita

Kendati usia BSN masih belia, di kancah internasional rupanya Indonesia mampu menjadi Ketua ISO-Devco (International Organization – Developing Country Matters) – Organ ISO yang mengurus masalah standardisasi di negara-negara berkembang. Prestasi lainnya, standardisasi telah mampu memberi keuntungan ekonomi nasional senilai triliunan rupiah. Paling anyar, BSN kini tengah giat mengedukasi pentingnya standardisasi lewat program Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI).

Banjir produk impor yang belakangan melanda tanah air tak dapat dihindari. Fakta itu merupakan konsekuensi dari era perdagangan bebas yang kini tengah berlangsung. Perusahaan-perusahaan lokal pun tidak boleh tinggal diam. Agar mampu bersaing di tingkat global, diperlukan daya saing yang tinggi lewat mutu produk (barang maupun jasa) yang teruji.

Adalah Standar Nasional Indonesia (SNI), standar yang ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN), mampu menjawab kebutuhan tersebut. Kendati usianya baru menginjak 14 tahun, sepak terjangnya tak kalah dibandingkan dengan badan standardisasi di negara-negara lain yang umurnya sudah mencapai puluhan tahun.

Terbukti, posisi Indonesia di mata internasional cukup diperhitungkan. Pada saat ini, Indonesia menjadi Ketua ISO-Devco (International Organization for Standardization – Developing Country Matters), yang anggotanya berjumlah 135 negara. Bahkan, selama 14 tahun BSN mampu menetapkan 7.011 SNI untuk beragam produk.

Dituturkan Kepala Badan Standardisasi Nasional, Dr. Bambang Setiadi, di era persaingan bebas seperti sekarang, banyak tantangan yang dihadapi industri. Antara lain inovasi, pengurangan ongkos, keamanan produk, akses pasar global, hingga manajemen mutu. “BSN berperan membantu mengatasi persoalan yang dihadapi dunia industri,” ungkapnya.

Dicontohkan Bambang, di Kanada, standardisasi mampu menyumbang 17% pertumbuhan produktivitas upah buruh dan 9% pertumbuhan ekonomi dari 1981 sampai 2004. Begitu juga di Inggris, standardisasi telah mampu menyumbang GBP 2,5 triliun ke ekonomi dan 13% produktivitas. Sementara di Jerman, standardisasi sanggup menyumbang 1% GDP.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia ? Dijawab Bambang, standardisasi di Indonesia yang dikembangkan BSN mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi nasional yang cukup berarti. “Misalnya, pada produk air mineral, nilai ekonomi nasional yang dapat disumbangkan mencapai Rp3,4 triliun. Pada produk minyak goring, keuntungan ekonominya Rp18,6 triliun. Pada gas elpiji, keuntungan ekonomi nasional mencapai Rp49,9 triliun. Sementara pada produk garam beryodium, keuntungan ekonomi dari standardisasi mencapai Rp 547 miliar,” Bambang memaparkan. Pendeknya, standardisasi mampu berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Ada tiga fungsi penting BSN. Pertama adalah melakukan kerja sama dengan berbagai instansi dalam merumuskan standardisasi. Kedua, mengembangkan dan membina sistem penerapan standar. Dan ketiga, melakukan sosialisasi sekaligus edukasi kepada perusahaan maupun masyarakat tentang pentingnya standar. “Pada setiap tahun, rata-rata 250-300 SNI ditetapkan BSN. Dan setiap lima tahun, SNI dikaji ulang dan direvisi sesuai perkembangan,” katanya.

Diakui Bambang, tidak mudah meyakinkan perusahaan untuk mau menerapkan SNI pada produk maupun jasa mereka. Oleh karena itu, sejak tujuh tahun lalu, BSN menggelar program SNI Award. Program tersebut merupakan penghargaan sekaligus apresiasi tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Indoensia kepada perusahaan yang konsisten menerapkan SNI.

“Harapan BSN, peserta dan penerima SNI Award dapat menjadi role model perusahaan yang konsisten menjaga kualitas produk atau jasanya, peduli pada pengembangan standar, dan memiliki kinerja yang baik. Dengan demikian, dapat menjadi acuan bagi masyarakat saat memilih produk yang berkualitas,” ia menjelaskan.

Salah satu manfaat yang diperoleh penerima SNI Award adalah kemudahan perusahaan melakukan ekspansi usahanya ke luar negeri. Contohnya, produsen kaca mobil yang menjadi pemenang SNI Award 2007 lalu. “Ketika perusahaan itu ingin masuk ke pasar Eropa, ternyata sertifikasi standardisasi menjadi salah satu syaratnya. Dengan ber-SNI dan memenangkan SNI Award mereka pun dengan mudah masuk pasar Eropa,” urainya.

Manfaat lain dengan mengikuti SNI Award adalah perusahaan dapat menilai kinerja mereka sendiri. Sebab, perusahaan berkesempatan mendapatkan audit manajemen gratis senilai Rp 50 juta. Lantaran, untuk memverifikasi dokumen, BSN akan mengirimkan tim penilai yang kompeten ke perusahaan tanpa biaya sepeser pun. Selain itu, perusahaan yang menerima SNI Award akan dipublikasikan melalui media masssa nasional senilai Rp 75 juta per perusahaan.

“SNI Award dibagi dalam tiga kategori, perusahaan kecil barang dan jasa, dan perusahaan menengah barang dan jasa , dan perusahaan besar barang dan jasa. Tidak ada biaya untuk mengikuti SNI Award. Cukup mengisi formulir pendaftaran dan kuesioner SNI Award 2011 yang dapat diperoleh di sekretariat panitia SNI Award atau diunduh dari situs www.bsn.go.id,” ia menerangkan. Pendaftaran akan ditutup pada 30 Juni 2011 (cap pos). Adapun malam penghargaan SNI Award 2011 akan digelar pada Bulan Mutu Nasional, November 2011.

Sementara itu, soal sosialisasi dan edukasi, BSN telah menggelar sejumlah program. Di antaranya, melalui program “Gerakan Nasional Penerapan Nasional SNI” (Genap SNI). Program yang diluncurkan pada November 2010 oleh Wakil Presiden RI tersebut bekerja sama dengan Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan) di berbagai daerah. “Dalam waktu dekat, kami akan road show ke Kalimantan dan Palembang,” lanjutnya.

Sejumlah kegiatan penting direncanakan BSN dalam waktu dekat ini. Sebutlah, strategi menghadapi kerjasama perdagangan dengan India, mengedukasi masyarakat tentang pentinganya SNI melalui Bazaar SNI, sosialisasi kepada guru-guru SMA/K, dan menyelenggarakan Klinik-klinik SNI di berbagai daerah. “Yang sudah kami lakukan adalah bekerjasama dengan 23 universitas untuk mengedukasi para akademisi tentang pentingnya standardisasi di era perdagangan global ini,” ujar Bambang menutup perbincangan.

Sumber : Majalah Swa






­