Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mengadang Serbuan Baja China

  • Jumat, 24 Juni 2011
  • 1000 kali
Kliping Berita

Industri Manufaktur| Tingkat Utilisasi Pabrik Pipa Baja Lokal Tinggal 28,4 Persen

Derasnya impor pipa baja dari China menurunkan produktivitas industry pipa baja dalam negeri. Untuk mengatasinya, pemerintah diminta memproteksi industry manufaktur lokal.

Tahun 2011 bisa jadi merupakan masa-masa berat bagi industri manufaktur. Pasalnya, sejak awal tahun, banyak faktor yang mengadang pertumbuhan industri, termasuk industri di Batam, Kepulauan Riau. Menurut Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian, Aryanto Sagala, salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan industri pada awal tahun ini adalah harga minyak dunia yang meningkat hingga 103 dollar AS per barel. Kondisi itu memicu peningkatan harga bahan baku, harga bahan bakar minyak industri, serta biaya transportasi.

Faktor penghambat lainnya adalah belum terbitnya revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 241/2010 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor terkait tiga komponen, di antaranya industri farmasi dan grafika. Revisi itu dipandang penting mengingat pelaku industri dalam negeri memerlukan kepastian hukum untuk mengimpor bahan baku.

Aryanto mengatakan dari 287 pos tarif yang dibahas dalam revisi PMK 241/2010 tersebut, bea masuk (BM) 190 pos tarif diputuskan untuk kembali ke posisi semula, sementara 182 pos tarif dikembalikan ke nol persen dan delapan pos tarif lainnya dikembalikan dari 5 persen di PMK 241 menjadi 10 persen.

Ke-182 pos tarif yang dikembalikan ke nol persen meliputi 60 pos tarif sektor kimia, 91 pos tarif sektor permesinan, 17 pos tarif sektor elektronika, 13 pos tarif sektor perkapalan, dan satu pos tarif untuk perfilman. Adapun pos tarif yang dikembalikan ke 10 persen di antaranya produk ikan kaleng dan permen.

Aryanto berharap Menteri Keuangan segera mengeluarkan revisi PMK 241/2010 untuk tiga komponen industri, seperti grafika dan farmasi, agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Saat ini Menteri Keuangan sudah menyelesaikan revisi bea masuk untuk industri pertanian, pangan dan pupuk, serta industri manufaktur.

Pertumbuhan industri manufaktur juga terganjal banyaknya produk impor, khususnya dari China, yang beredar luas di pasaran dengan harga murah. Beberapa produk yang dimaksud antara lain pipa baja, elektronika, dan tekstil. Maraknya peredaran pipa baja dari China dengan harga murah tersebut memicu produsen pipa baja dalam negeri di Batam menurunkan produksi.

"Produksi pipa baja lokal untuk keperluan pengeboran minyak dan gas lepas pantai di Batam menurun signifikan disebabkan maraknya peredaran pipa baja jadi dari China yang harganya lebih murah. Kondisi itu menyebabkan produsen pipa baja di Batam tidak dapat bersaing dengan perusahaan baja China sehingga produksi pun diturunkan," ujar Putu Surya Wiryawan, Direktur Industri Logam Kemenperin, di Batam, beberapa hari lalu. Saat ini, penurunan penjualan produk dalam negeri bisa dilihat dari tingkat utilisasi pabrik pipa baja dalam negeri yang tinggal 28,4 persen dari total kapasitas terpasang 2,23 juta ton.

Meningkatkan Kandungan Lokal

Untuk mengatasi persoalan itu, Kris T Wiluan, Direktur PT Citra Tubindo Tbk, salah satu produsen pipa baja di Batam, menyarankan pemerintah meningkatkan kandungan lokal, bahkan hingga 100 persen, penggunaan barang dan jasa dalam industri penunjang migas di dalam negeri. Senada dengan Kris, Wakil Ketua Bidang Flat Product Asosiasi Industri Baja dan Besi Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) Irvan Kamal Hakim mengatakan pemerintah perlu pula melindungi industri dalam negeri dengan memberlakukan ketentuan wajib verifikasi impor besi atau baja untuk membendung serbuan produk Cgina.

Mengenai adanya serbuan pipa-pipa baja dari Negeri Tirai Bambu, Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun tidak memungkirinya. Setidaknya, sejak empat bulan belakangan, terjadi lonjakan impor pipa baja dari China yang dikeluhkan sejumlah pengusaha yang tergabung dalam IISIA. Sebagai catatan, jumlah pipa baja yang diimpor dari China pada 2010 mencapai 53.180 ton, dari Jepang 36.694 ton, dan negara lainnya 45.123 ton.

Sementara itu, untuk periode yang sama, total impor pipa bor, casing, dan tubing selain green pipe mencapai 53.902 ton. Jumlah itu lebih kecil dibanding dengan impor produk tahun 2009 yang mencapai 54.501 ton. Untuk merespons keluhan para pengusaha akan membanjirnya produk-produk impor, menurut Alex, pemerintah akan meningkatkan pengawasan terhadap barang-barang China yang masuk ke Indonesia dengan menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) serta save guard untuk produk pipa baja. gus/E-2

Sumber : Koran Jakarta, Jumat 24 Juni 2011, hal. 9.




­