Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

DPR Dukung Kenaikan Elpiji Non Subsidi

  • Jumat, 24 Juni 2011
  • 735 kali
Kliping Berita

Kebijakan Energi | Usulan Kenaikan Harga sekitar 10%

Pemerintah bersama DPR terus membahas usulan Pertamina untuk menaikkan harga Elpiji tabung ukuran 50 kg dan 12 kg.

JAKARTA - Usulan PT Pertamina (Persero) untuk menaikkan harga elpiji ukuran tabung 50 kilogram (kg) dan 12 kg mendapat tanggapan serius Komisi VII DPR-RI. Pada dasarkan DPR mengisyaratkan dukungannya terkait kenaikan harga jual elpiji non subsidi ukuran 50 kg yang diusulkan PT Pertamina (Persero). Sedangkan untuk elpiji 12 kg, Pertamina diminta mewaspadai potensi migrasi konsumen ke elpiji subsidi.

"Dengan harga yang sekarang Pertamina masih merugi, jadi saya sependapat jika elpiji non subsidi terutama 50 kg dinaikkan sesuai keekonomian, kalau elpiji 12 kg perlu diantisipasi dampaknya karena pelanggannya bisa lari ke tiga kilogram dan bisa meningkatkan tindak pengoplosan," kata Anggota Komisi VII DPR sekaligus Anggota Panja Elpiji Samsul Bahri dalam raker panja elpiji dengan Pertamina di Jakarta, Kamis (23/6).

Samsul juga mengingatkan Pertamina untuk mewaspadai potensi migrasi konsumen elpiji 12 kg ke elpiji subsidi ukuran tiga kilogram. Kondisi itu bakal terjadi, karena selisih harga jual antara elpiji subsidi dan non subsidi yang semakin tinggi. Harga elpiji untuk tabung ukuran 12 kg saat ini sebesar 5.850 rupiah per kg dan rencananya dinaikkan 10 persen menjadi 7.850 rupiah per kg. Sedangkan elpiji 50 kg dengan harga 7.355 rupiah per kg sedangkan harga keekonomian elpiji 9.817 rupiah per kg.

Potensi pengoplosan dan migrasi ke elpiji subsidi, juga diungkapkan Anggota Komisi VII Milton Pakpahan, Ia menyatakan disparitas yang tinggi akan menjadi sumber tindak pengoplosan. "Tetapi kalau ada kesepakatan untuk menaikkan elpiji non subsidi tidak menjadi soal, Pertamina perlu membicarakan dengan Kementerian ESDM soal harga keekonomisanya," paparnya.

Di tempat yang sama Direktur Pemasaran PT Pertamina Djaelani Sutomo mengatakan jika harga elpiji non subsidi tidak dinaikkan maka Pertamina akan terus merugi. "Kita tidak meminta kompensasi tetapi minta keputusan pemerintah apakah elpiji 12 kilogram itu boleh dinaikkan, kalau ke Kementerian ESDM sebenarnya kita cukup memberitahu saja. Etisnya kita beritahu itu," paparnya.

Kenaikan elpiji itu, menurut Djealani sebenarnya cukup dimintakan persetujuan dari pemegang saham (BUMN), tetapi pihak Pertamina juga akan memperhatikan hasil kajian dari Kementerian ESDM mengenai perhitungan keekonomisanya.

Persetujuan kepada pemegang saham itu perlu dilakukan karena seharusnya jika dinaikkan maka kerugian Pertamina bisa dikurangi, misalkan harusnya mendapat untung sebesar tiga triliun rupiah tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Tahun ini Pertamina berpotensi mengalami kerugian 3,71 triliun rupiah.

Terkait dengan itu Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo menyatakan belum memberikan keputusan terkait kenaikan elpiji non subsidi yang diusulkan mulai akhir bulan ini. "Kita masih mengkaji dan memperhitungkan dampak dari siklus perekonomian nasional atas kenaikan elpiji 12 dan 50 kilogram, sampai saat ini belum ada keputusan," papar Evita.

Evita menambahkan kenaikan harga elpiji 12 kilogram bakal memicu disparitas harga yang terlalu tinggi antara elpiji subsidi dan non subsidi. Untuk itu perlu keputusan yang cermat sebelum menaikkan harga jualnya.

Tingkatkan Sinergi

Sementara itu Dirut Pertamina Karen Agustiawan dalam raker panja elpiji mengatakan, pihak Pertamina saat ini hanya bertanggung jawab terhadap distribusi paket perdana tiga kg. "Untuk selang, regulator maupun valve itu menjadi tanggung jawab kementerian masing-masing. Kalau itu dijalankan tidak ada kerancuan dalam tanggung jawab masing-masing," paparnya.

Selama ini, imbuh Karen, selang, regulator dan valve sering menjadi pemicu kebocoran untuk itu kedepan seharusnya pihak Kepolisian dan Kementerian Perdagangan melakukan pencegahan terhadap peredaran produk tersebut terutama yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia. Data Pertamina menunjukkan 29 persen penyebab ledakan dipicu regulator dan 17 persen karena valve.

Dalam raker, Panja Konversi Minyak Tanah ke Elpiji bakal merekomendasikan kepada Komisi VII DPR terkait peningkatan sosialisasi dan pengawasan terkait elpiji. aan/E-12

Sumber : Koran Jakarta, Jumat 24 Juni 2011, hal. 15.




­