Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Perlu Sistem Kompetensi Lingkungan Hidup Berbasis Regulasi

  • Senin, 27 Desember 2010
  • 1603 kali

Pengembangan kompetensi lingkungan hidup memerlukan suatu sistem yang berbasis regulasi (regulation driven) sehingga kebijakan yang diambil dapat diarahkan kepada tumbuhnya kelompok profesi dengan international recognition.
Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Dr. Bambang Setiadi selaku Ketua Komite Akreditasi Nasional (KAN) saat memberikan sambutan dalam acara Launching Program Nasional Kompetensi Lingkungan 2011-2014 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta, Kamis sore (23/12/2010).

Hadir dalam kesempatan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup RI, Gusti Muhammad Hatta; Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Cepi Alwi; Deputi VI Menteri Lingkungan Hidup Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Henry Bastaman, serta para pejabat di lingkungan KLH.


Menurut Dr. Bambang Setiadi, International Organization for Standardization (ISO) telah mengembangkan berbagai standar terkait dengan lingkungan. Indonesia telah mengadopsi 3 bagian ISO 14064 mengenai Green House Gasses (GHG), menjadi SNI ISO 14064:2009 bagian 1, 2, dan 3. Melalui berbagai forum resmi ISO, Indonesia mengajukan pemikiran perlunya disusun suatu New Work Item Proposal (NWIP), agar standar yang sudah disusun itu dilengkapi dengan pengukuran deforestasi.

Pada Sidang ISO TC 207, yang menangani masalah lingkungan, di Meksiko pada pertengahan tahun 2010, dimana Indonesia dan Australia memimpin tim ad hoc, menyepakati diperlukannya personel dengan kompetensi yang memadai antara lain auditor, validator/verifikator emisi GHG, dan lembaga validasi/verifikasi GHG. Akan disusul kemudian dengan standar persyaratan kompetensi pada bidang lainnya.

Penjaminan kompetensi personel pada umumnya dilakukan oleh lembaga independen yang telah memperoleh pengakuan dari suatu badan akreditasi. KAN telah menandatangani MLA/MRA di tingkat Asia Pasifik dalam forum PAC dan APLAC dan di tingkat internasional dalam forum IAF dan ILAC untuk lingkup akreditasi sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, produk, laboratorium penguji, laboratorium kalibrasi, dan lembaga inspeksi. Dengan demikian, kompetensi KAN, sudah diakui oleh dunia internasional.

Dr. Bambang Setiadi menyampaikan bahwa sangat penting bagi KLH untuk secepatnya melakukan pengembangan mekanisme MRA dalam kerangka kebijakan pembinaan kompetensi lingkungan hidup. Pada awalnya mungkin untuk menuju penataan lebih lanjut di masa depan, penerapan regulasi oleh KLH, semua Lembaga Sertifikasi Kompetensi bisa diarahkan untuk menerapkan sistem mutu mengacu kepada ISO/IEC 17024:2003 untuk sertifikasi personel. Selain itu Lembaga Pelatihan Kompetensi, diarahkan memiliki sistem mutu mengacu kepada standar internasional.

Sementara itu, Menteri LH, Gusti Muhammad Hatta dalam sambutannya menyampaikan bahwa implementasi UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menuntut para pelaksana yang kompeten, baik di pihak pemerintah, penanggungjawab usaha maupun penyedia jasa profesional. Akuntabilitas tersebut selayaknya bergantung pada kompetensi sumberdaya manusia pelaksana.

Yang perlu kita jawab adalah berapa orang yang kompeten di Indonesia yang berkarya di bidang yang merlukan kompetensi tersebut, apa ukuran kompetensi yang disepakati dan digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan, dan bagaimana SDM kita mampu memperoleh semua kompetensi tersebut.


Sejak ditetapkannya PERMENLH No. 06 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Standardisasi Kompetensi Personil dan Lembaga Jasa Lingkungan pada Agustus 2006, KLH telah mengembangkan dan menerapkan 3 standar kompetensi personil beserta sistem sertifikasi dan registrasi kompetensi. Pengembangan kompetensi bidang LH akan dilanjutkan pada berbagai bidang prioritas.

Acara ditutup dengan peluncuran Program Nasional Kompetensi Lingkungan 2011-2014 secara simbolis oleh , Menteri LH, Gusti Muhammad Hatta.(arf)





­