Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Industri Masih Terancam

  • Selasa, 21 Desember 2010
  • 1246 kali
Kliping Berita

JAKARTA (SINDO) – Kalangan pengusaha nasional menilai ancaman deindustrialisasi masih membayang di tahun depan. Dibutuhkan regulasi yang pasti terkait insentif guna mendorong investasi di sektor industri.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, pada tahun 2011 investasi dan pertumbuhan industri masih akan didominasi oleh sektor-sektor industri yang berbasis sumber daya alam seperti batu bara dan kelapa sawit, sektor jasa seperti perbankan dan properti, serta sektor telekomunikasi.

Di sisi lain, lanjut dia, saat ini industri China tengah mengalami kelebihan produksi karena pasar utamanya yakni Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang mengalami penurunan. Akibatnya, kata Sofjan, selain mendorong konsumsi di pasar domestik, China juga mencari pasar potensial baru, salah satunya adalah Indonesia. Dengan begitu, serbuan produk impor murah asal China akan semakin membanjiri pasar Indonesia. Hal itu, imbuh dia, semakin kuat terjadi sejak implementasi kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) pada awal tahun ini.

“Konsumen mencari  akses barang yang murah, yakni ke barang-barang impor. Selain itu, perbankan agresif mengucurkan kredit konsumsi, bukan untuk modal investasi. Akibatnya, konsumsi masyarakat yang terus naik tidak dinikmati oleh industri nasional. Tentu saja itu bukan kondisi yang sehat,” tegas Sofjan di Jakarta kemarin.

Maka dari itu, Sofjan mengungkapkan, pemerintah harus segera menyiapkan langkah untuk mengatasi berbagai kendala yang menghambat pertumbuhan industri. “Kalau semua persoalan-persoalan teratasi dengan cepat dan pemerintah aktif menarik investasi  baik dari luar maupun dalam, kita bisa menikmati momentum ini. Setidaknya, dalam dua tahun kemudian, kita bisa merasakan pertumbuhan dari investasi pabrik baru,” papar Sofjan.

Sofjan berharap, kondisi yang terjadi saat ini, di mana banyak dana masuk hanya bersifat sementara, tidak berlangsung terus.  Investasi riil harus terus dipacu agar mampu memenuhi target dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yaitu investasi sebesar USD60 miliar pertahun. Selain itu, ujar Sofjan, pemerintah harus mendorong arus investasi di sektor komponen industri, seperti automotif, elektronik, dan alas kaki.

“Harus dimulai dari sekarang. Kalau tidak, manufaktur tumbuh 5% tahun 2011 saja sudah baik. Itu juga karena dipacu konsumsi, bukan investasi baru,” tandasnya.

Anggota Tim Penanganan Hambatan Industri dan Perdagangan Franky Sibarani menambahkan, untuk mencapai peningkatan pertumbuhan industri, pemerintah harus fokus dalam mengatasi kendala-kendala terkait lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah.

“Koordinasi yang lemah mencakup soal tidak kompetitifnya bunga bank untuk investasi, lambatnya penerbitan sejumlah Standar Nasional Indonesia (SNI), implementasi setengah hati perlindungan pasar domestik, yakni dalam hal labelisasi wajib berbahasa Indonesia untuk pangan, jamu, dan kosmetik. Harus diakui, deindustrialisasi masih mengancam, terutama di skala kecil dan industri rumah tangga,” tegasnya.

Secara terpisah, Menteri Perindustrian MS Hidayat optimistis industri nasional akan tumbuh hingga 6% pada tahun 2011 walaupun terkendala oleh lonjakan harga bahan baku. “Banyak investasi yang akan masuk. Memang, ada satu-dua sektor yang tidak growth, tapi banyak yang akan tumbuh,” ujar  Hidayat.

(sandra karina)

Sumber : Seputar Indonesia, Selasa 21 Desember 2010, hal. 19.





­