Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Struktur Industri Manufaktur Harus Diperkuat

  • Kamis, 18 Februari 2010
  • 1716 kali

Kliping Berita

Nasional Suara Karya

JAKARTA (Suara Karya) Struktur industri manufaktur nasional harus diperkuat dan terintegrasi guna mencapai pertumbuhan lebih tinggi. Ini sekaligus untuk mengantisipasi dampak dari pemberlakuan kawasan perdagangan bebas China dan ASEAN [China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA).

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, industri manufaktur nasional memiliki peranan penting dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, khususnya melalui peningkatan investasi dan ekspor.
Oleh karena itu, industri manufaktur nasional harus direvitalisasi ke arah penyehatan struktur industri dengan menghindari praktik monopoli dan perlindungan dan distorsi pasar.

Selain itu, revitalisasi juga . diarahkan pada penguatan struktur industri dengan menjadikan industri kecil dan menengah (IKM) sebagai basis industri manufaktur nasional yang terintegrasi dengan rantai pertambahan nilai yang besar. Selain itu, harus didorong diversifikasi industri dari hulu ke hilir dengan membentuk Waster (rumpun) industri yang sehat dan kuat.

Dalam pandangannya mengenai sektor ekonomi dalam menghadapi CAFTA dan peranan Kementerian Perindustrian, Hatta juga menyatakan, penguasaan usaha sektor industri manufaktur di Indonesia masih belum sehat. Untuk itu, Kementerian Perindustrian bersama dinas perindustrian di daerah harus menyukseskan revitalisasi industri agar pertumbuhannya pada 2014 bisa mencapai 7 persen.

"Konsep ini harus dilaksanakan dan Kementerian Perindustrian tidak bisa mengerjakan sendiri, tapi harus bersinergi. Ini dilakukan agar industri tidak rapuh. Sebab, kalau industri rapuh, bahan mentah yang akan kita ekspor makin besar," katanya. Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady menambahkan, selama ini perusahaan jasa perdagangan melakukan impor langsung ba rang-barang konsumsi yang diproduksi industri manufaktur nasional. Kegiatan ini secara langsung mengalahkan produk dalam negeri, sehingga memengaruhi kegiatan produksi industri.

"Produk impor dengan dukungan modal perusahaan multinasional memiliki jaringan distribusi yang bagus, sehingga mampu mengalahkan produk dalam negeri. Kebijakan menyangkut hal ini harus dievaluasi," katanya. Di lain pihak, Badan Standardisasi Nasional (BSN) akan menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) wajib untuk lima produk, yaitu baja lembaran dan gulungan canai dingin (CRC), pompa air, setrika listrik, televisi tabung (CRT), dan korek api gas. BSN telah menotifikasikan draf Peraturan Menteri Perindustrian ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kepala Bidang Kerja Sama Internasional Pusat Kerja Sama Standardisasi BSN Hendro Kusumo mengatakan, pemberlakuan secara wajib SNI kelima produk tersebut untuk meningkatkan daya saing dan menjamin mutu produk industri nasional. Ini juga sekaligus memberikan perlindungan kepada konsumen serta menciptakan persaingan usaha yang sehat dan adil. BSN menotifikasi draf peraturan menteri tersebut ke WTO untuk mendapat tanggapan dari 153 negara anggotanya. Waktu pemberian tanggapan selama dua bulan terhitung sejak notifikasi pada 10 Februari hingga 12 April 2010.

Apabila dalam kurun tersebut tidak ada tanggapan dari negara anggota maupun pihak terkait, draf Peraturan Menteri Perindustrian bisa ditetapkan. Kendati demikian, pemberlakuan secara efektif perlu diberi masa tenggang minimal enam bulan sejak tanggal penetapan. Ini guna memberikan persiapan kepada pihak-pihak terkait. Hingga saat ini BSN telah menotifikasi 38 rancangan regulasi teknis maupun regulasi teknis yang telah ditetapkan. Di dalamnya termasuk pula pemberlakuan 74 SNI wajib.

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Muhaimin Iskandar memastikan, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini belum terkait dampak pemberlakuan CAFTA. PHK yang terjadi mumi terkait hubungan industrial serta pola perekrutan dan pola kerja di perusahaan.

"Sejauh ini data mengenai PHK yang masuk akhir-akhir ini tidak ada kaitannya dengan CAFTA. Karena itu, dalam konteks CAFTA, belum ada satu pun indikator kekhawatiran CAFTA akan berakibat langsung ke PHK," katanya.

(lndn/AnUn/AadrUnl

Sumber : Bataviase.co.id, Kamis 18 Pebruari 2010
Link : http://bataviase.co.id/node/100586




­