Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Kementerian Diminta Sinergi Susun SNI

  • Senin, 15 Februari 2010
  • 1520 kali

Kliping Berita

JAKARTA (SI) – Proses penyusunan dan penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) berada di bawah koordinasi menko perekonomian sehingga diharapkan terjadi harmonisasi penerapan SNI secara nasional.

Ketua Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (Gapmmi) Bidang Advokasi dan Kerja Sama Adhi S Lukman mengatakan, saat ini proses penyusunan SNI masih dilakukan oleh masing-masing kementerian teknis sehingga secara waktu dan dana menjadi tidak efisien. Dia juga mengatakan, alokasi dana dalam APBN pun terbatas sehingga sinergitas antarkementerian menjadi penting.

“Setiap kementerian harus bersinergi untuk membuat standar bersama,” ujarnya di Jakarta kemarin. Adhi menuturkan, rapat koordinasi yang berlangsung Jumat (12/2) tersebut diikuti oleh para pemangku kepentingan di bidang industri.Menurutnya,para peserta rapat bersepakat untuk berkomitmen melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan industri di dalam negeri.Kemudian meningkatkan mutu produk Indonesia sehingga membuka peluang ke pasar ekspor serta perlindungan konsumen.

“Saat ini banyak SNI yang dibuat oleh setiap kementerian teknis, tapi ketika diajukan kepada BSN (Badan Standarisasi Nasional) prosesnya berhenti. BSN mengaku kesulitan karena standar untuk item produk yang sama diajukan oleh dua kementerian teknis yang berbeda. Dia bingung mana yang ditetapkan jadi SNI yang benar,”papar dia.

Adhi mencontohkan, SNI gula rafinasi yang disusun oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedangkan SNI raw sugar (gula mentah) oleh Kementerian Pertanian (Kementan).“Kalau ini disatukan menjadi satu pembahasan yang sinkron,bisa hemat biaya dan waktu,”ujar dia. Dia menambahkan,BSN ditunjuk menjadi koordinator dalam harmonisasi sinergi antarkementerian terkait SNI.

Untuk itu, dia mengatakan, pihaknya akan meminta BSN untuk menentukan target waktu dalam menentukan rencana aksi dan target penyelesaian rencana itu. “Dengan penerapan SNI, ekspor produk Indonesia meningkat. Itu yang perlu dijalankan bersama. Kami mengusulkan, rencana pemerintah mengajukan langkah ini dalam APBN-P dan tidak hanya menunggu.

Kalau hanya menunggu dari pengajuan APBN-P, industri dalam negeri sudah mati lebih dulu. Langkah awal diusahakan dengan anggaran yang ada, tapi tetap disinkronisasi,”ujar Adhi. Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat sebelumnya berjanji akan mempercepat proses penerapan SNI di Indonesia. Hal itu dalam rangka mendorong daya saing produk Indonesia, terutama dalam menghadapi persaingan pasar perdagangan bebas di kawasan ekonomi ASEAN pada 2015.

Perjanjian MRA

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kustantinah menuturkan, pihaknya sedang mengajukan pengakuan standar untuk inspektur Indonesia.Hal ini dalam rangka harmonisasistandarindustrifarmasi dan kosmetik di kawasan ASEAN. “Negara-negara di ASEAN sudah menandatangani mutual recognition arrangement (MRA) good manufacturingproduct( GMP) inspection industry untuk farmasi.

Hal itu menjadi pengakuan bagi produk farmasi hasil industri Indonesia ketika diekspor ke negara di ASEAN tidak perlu lagi diuji,”tutur Kustantinah. Dia mencontohkan, ketika produk farmasi Indonesia diekspor ke Singapura, inspektur di sana tidak perlu lagi menginspeksi pabrik produsen terkait di Indonesia. “Pihak Singapura hanya perlu melihat dan mengakui hasil inspeksi BPOM Indonesia,”ujar dia.

Kustantinah optimistis, Indonesia siap menjalankan kesepakatan itu pada 2011. Saat ini standar pembuatan (GMP) dan kompetensi inspektur Indonesia untuk industri farmasi dan kosmetik sudah diakui ASEAN.BPOM sudah menerapkan sistem dan standar Indonesia mengacu pada ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). “Saat ini kami mengajukan pengakuan standar untuk inspektur yang nanti harus menginspeksi industri farmasi dan kosmetik.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mengalokasikan sumbangan anggaran sebesar Rp20 miliar.Sekitar 90% dari dana itu untuk sektor kosmetik. Untuk pengujian dan inspeksi industri farmasi dan kosmetik melalui BPOM dan seluruh Balai POM Indonesia, butuh dana hingga Rp600 miliar,”pungkas Kustantinah. (sandra karina)
 
Sumber : Koransindo, Senin 15 Februari 2010, Hal. 13




­