Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Sertifikasi Halal Jadi Safeguard

  • Senin, 15 Februari 2010
  • 1617 kali

Kliping Berita


JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) sepakat dengan langkah Kementerian Perindustrian yang ingin menerapkan sertifikasi halal wajib bagi produk makanan dan minuman impor. Penerapan sertifikasi halal wajib dimungkinkan dalam peraturan WTO (World Trade Organisation) sebagai safeguard untuk mengerem laju impor komoditas tertentu dalam skema perdagangan bebas.

''Kami sangat setuju bila makanan dan minuman impor harus mendapatkan sertifikasi halal sebelum dapat beredar di Indonesia,'' kata Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin, saat dihubungi Republika, Ahad (14/2). Penerapan sertifikasi halal wajib, lanjutnya, sekaligus akan melindungi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim dari makanan dan minuman impor yang belum jelas kehalalannya.

Mengenai pelaksanaannya, Ma'ruf berpendapat sertifikasi halal tidak harus dilakukan MUI, tapi dapat dilakukan lembaga sertifikasi halal di negara masing-masing yang sudah mendapat persetujuan (approval) dari MUI. Dikatakan, semua negara yang terikat ACFTA (ASEAN China Free Trade Area) sudah memiliki lembaga sertifikasi yang disetujui MUI, termasuk Cina. ''Malahan, untuk seluruh ASEAN sudah disepakati standar kehalalan yang sama,'' jelasnya.

Sebelumnya, dalam strategi menghadang dampak buruk ACFTA, Menperin MS Hidayat berencana menerapkan sebanyak mungkin safeguard untuk barang impor. Selain mewajibkan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), tengah dikaji pula usulan mewajibkan sertifikasi halal bagi makanan dan minuman impor. ''Kajian penerapan sertifikasi halal ini akan dituntaskan dalam waktu singkat,'' katanya.

Menurut Sekretaris Menteri Perekonomian yang juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Penanganan Hambatan di Bidang Perdagangan, Edi Abdurahman, penerapan sertifikasi halal untuk makanan dan minuman impor dilakukan secara bertahap. "Kini, masih dalam tahap voluntary terlebih dahulu, jadi belum diwajibkan," ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (14/2).

Sebetulnya, jelas Edi, untuk ke depan sertifikasi halal bukan hanya ditujukan bagi makanan dan minuman impor seperti dari Cina. Tetapi, buat seluruhnya, termasuk produk di dalam negeri. Tujuan utamanya lebih ke arah perlindungan konsumen, bukan pembatasan perdagangan. "Jadi, konsumen benar-benar terlindungi," kata dia.

Kewajiban sertifikasi halal itu pula yang diingatkan peng amat ekonomi Hendri Saparini. Pemerintah, katanya, harus ha ti-hati karena Indonesia belum mewajibkan sertifikasi halal untuk produk lokal. Bisa jadi, Indonesia dituduh memiliki standar ganda. Standar ganda soal kehalalan bisa me micu dispute, kita bisa dituntut, kata Hendri, kemarin. shally p, teguh f ed: anif

Sumber : Republika, Senin 15 Februari 2010, Hal. 1




­