Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Sertifikasi Jamu BPOM tak Laku di ASEAN

  • Senin, 28 September 2009
  • 2241 kali
Kliping berita :

Realisasi kesepakatan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dalam ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) pada 2010 menyisakan kerisauan di kalangan industri jamu nasional.

Ketidaksiapan industri dipicu dua hal yakni banjir produk impor dan kewajiban sertifikasi produk. Apalagi, standar yang diterapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) nyatanya belum mendapat pengakuan dari lembaga sejenis di luar negeri.

”Kita belum siap memasuki AFTA karena jumlah produk jamu nasional yang sudah mendapat standar sertifikasi dari BPOM masih sangat terbatas. Sementara itu, produk yang sudah disertifikasi sekalipun tidak serta-merta bisa diekspor karena adanya perbedaan standar sertifikasi,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Charles Saerang di Jakarta, kemarin.

Faktanya meski memiliki lebih dari 10.000 jenis jamu lokal yang sudah terdaftar di BPOM, baru 32 jenis yang terdaftar sebagai produk herbal dan lima produk yang termasuk fitofarmaka. ”Ini akibat beragam jenis jamu tradisional yang rata-rata merupakan produk industri skala kecil tidak bisa menembus pasar ekspor.”

Dari 1.166 perusahaan jamu nasional, hanya 129 yang merupakan industri besar. Sementara itu, 1.037 lainnya perusahaan kecil menengah berskala industri rumahan.

Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk segera merumuskan kesepakatan harmonisasi sertifikasi dengan negara ASEAN lainnya. ”Kalau kita memaksa ikut tanpa adanya harmonisasi ini, kita akan terlibas. Bahkan untuk masuk ke pasar ASEAN,” tandasnya.

Indonesia sebenarnya memiliki lebih dari 30 ribu spesies tanaman obat yang terdiri dari 320 jenis. Namun, mahalnya biaya riset menjadi alasan utama mandeknya pengembangan industri jamu lokal.

Sebut saja, lebih dari 1.000 varian temulawak ada di Indonesia. Namun ironisnya, produk itu justru diteliti di Korea Selatan dengan melibatkan peneliti Indonesia.

Akan tetapi, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menjamin hal itu tidak perlu dikhawatirkan. “Kita sudah meminta komitmen Pak Yaya Rukaryadi (peneliti temulawak Indonesia) untuk memberi akses kepada pengusaha jamu nasional.” (Jaz/E-6)

Sumber :
Media Indonesia
Senin, 28 September 2009 hal. 14




­