Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

BSN Dukung Proses Hilirisasi Teknologi Biorefinery

  • Kamis, 28 September 2017
  • 3442 kali

 

Dalam wacana pemanfaatan bioresource untuk pemanfaatan berkelanjutan, Biorefineri merupakan salah satu teknologi yang dapat menggantikan posisi oil-refinery yang berbasis resource fossil oil. Biorefineri akan menjadi alternatif baru dan sesuai untuk dikembangkan di Indonesia, karena biorefinery berbasis bahan mentah lokal yaitu biomasa non-pati yang merupakan kumpulan biomasa mikroba ataupun biomasa hasil industri pertanian, kehutanan, perkebunan dan lainnya yang cukup melimpah terdapat di Indonesia. 


Sejak tahun 2013, konsorsium peneliti bioproses biorefineri dari LIPI (Puslit Bioteknologi, Puslit Biologi, Puslit Biomaterial, Puslit Kimia) dan Teknik Kimia Universitas Indonesia berhasil mendapatkan dana riset melalui program JST-JICA SATREPS Project. Kegiatan yang berlangsung dalam kurun waktu 2013-2018 ini merupakan kerjasama dengan Univeritas Kobe Jepang. Salah satu fokus utama kegiatan riset biorefineri tersebut adalah mengembangkan biorefineri terpadu di Indonesia, dengan dasar pemanfaatan biomasa dari industri kelapa sawit dan tebu untuk produksi bioethanol dan bioplastik dengan menggunakan mikroba dan kode genetikanya.


Dalam pengembangan produk berbasis bioresource lokal ini, bagian terpenting adalah menyipakan produk yang terstandar dengan tepat. Turunan produk teknologi biorefineri ini masih sedikit di Indonesia. Untuk itu dukungan Badan Standarisasi Nasional (BSN) menjadi penting. Dengan proses standar yang baik, pengembangan produk akan semakin lebih efesien dan produk yang dihasilkan akan lebih mudah diterima oleh pihak penguna.


"Ketika kita bicara mengenai hilirisasi, maka standardisasi adalah suatu keharusan," ujar kepala BSN, Prof. Dr. Bambang Prasetya saat menyampaikan paparannya, peran standardisasi untuk mempercepat hilirisasi teknologi dan memperkuat strategi pencapaian daya saing yang berkelanjutan, dalam "4th Internasional Symposium Integrated Biorefinery" di Bogor (27/9).


Dalam kesempatan ini, Bambang menyampaikan prinsip-prinsip standar. "Ada beberapa jenis standar, diantaranya standar ukuran, performa, sistem manajemen, atau yg terkait dengan teknologi biorefineri misalnya metodologi uji untuk memproduksi suatu produk, dan jenis-jenis standar lain," ujarnya.


Terkait lembaga sertifikasi, Indonesia telah memiliki 164 lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi KAN dengan 12 ruang lingkup, diantaranya Lembaga Sertifikasi Produk, Sistem Manajemen Lingkungan, HACCP, Ekolabel, dan juga Sistem Manajemen Mutu. "Teknologi Biorefineri terintegrasi dengan Ekolabel dan Sistem Manajemen Mutu," jelas Bambang.


Bisnis sekarang ini tidak hanya berbicara masalah produk, tidak hanya berbicara masalah proses, tapi bagaimana pengelolaan secara keseluruhan. Misalnya, masyarakat ingin diyakinkan bahwa pengelolaan dari perkebunan adalah ramah lingkungan, tidak merusak, dsb. "Maka, untuk menyatakan hal yang diinginkan masyarakat tersebut, perlu adanya standardisasi dalam bentuk sertifikasi. Kalau terkait lingkungan berarti SNI ISO 14001," Bambang menyontohkan.


Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengomersialisasikan hasil penelitian adalah menyesuaikan ide dan penelitian dengan kebutuhan pasar. Pada dasarnya, standardisasi dan penilaian kesesuaian dalam dunia industri selalu mengikuti kebutuhan pasar. Ada standar untuk mengcreate pasar, standar untuk memperluas pasar, dst. Oleh karena itu, Bambang berharap dari awal penelitian, para peneliti selalu mencari celah-celah apa yang harus distandarkan. 


Pada intinya, dalam setiap hilirisasi selalu ada konten standardisasi. "Tugas BSN adalah mengantarkan setiap langkah proses hilirisasi ini di bidang standardisasi," tutup Bambang. (ald-Humas)




­