Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mengenal Lebih Dekat CV Bagus Agriseta Mandiri

  • Rabu, 15 Maret 2017
  • 17464 kali

Buah apel merupakan ciri khas kota Malang. Di daerah pegunungan malang yang sekarang berdiri sebagai kodya Batu, banyak dijumpai pohon apel. Layaknya pohon mangga, hampir setiap rumah penduduk ditanami pohon apel. Bahkan, selain di pekarangan rumah warga, penduduk daerah setempat juga banyak yang sengaja menanam apel di lahan-lahan yang cukup luas untuk kemudian dikomersilkan. Melihat besarnya potensi pertanian buah apel, pemerintah daerah setempat menjadikan buah apel ini sebagai komoditas unggulan daerah. Namun sayangnya tidak semua apel hasil panen memenuhi standar mutu komoditas unggulan. Banyak diantara apel–apel yang dipanen bentuknya kurang bagus, sehingga menyebabkan harga jualnya sangat rendah. Selain itu, apel merupakan buah sepanjang musim, sehingga di setiap waktu buah tersebut sangat melimpah. Dikarenakan hal tersebut, harga apel tak pernah beranjak naik walaupun biaya perawatannya semakin meninggi.

 

Berangkat dari berbagai permasalahan harga jual apel yang dialami oleh petani apel di daerah Batu, pada 31 Maret 2001 Syamsul Huda mendirikan CV. Bagus Agriseta Mandiri, sebuah industri rumahan yang mengolah buah apel menjadi produk makanan ringan.

 

Sebagai bentuk dukungan Badan Standardisasi Nasional (BSN) terhadap para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah, serta untuk melihat secara langsung inovasi pengolahan apel yang dilakukan oleh CV. Bagus Agriseta Mandiri, Kepala BSN Bambang Prasetya didampingi Deputi Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Erniningsih serta Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Humas BSN, Budi Rahardjo mengunjungi CV Bagus Agriseta Mandiri pada 9 maret 2017. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh pemilik sekaligus pendiri CV Bagus Agriseta Mandiri, Syamsul Huda.

 

 

CV Bagus Agriseta Mandiri merupakan industri rumahan yang berlokasi Jl. Kopral Kasdi 02 bumiaji kota Batu. Di awal berdirinya, CV Bagus Agriseta Mandiri hanya mempekerjakan 2 orang pegawai dengan peralatan sederhana dan modal awal sekitar 4- 7 juta. Industri rumahan ini bergerak di bidang industri makanan ringan yang mengolah bahan baku berupa apel menjadi produk yang lebih berdaya guna dan bernilai ekonomis. Peningkatan nilai guna apel ini melalui pengolahan apel menjadi aneka produk oleh-oleh antara lain menjadi sari apel, dodol apel, jenang apel, bakpia, maupun keripik apel. Dalam perkembangannya CV Bagus Agriseta Mandiri meningkatkan jenis produk yang dihasilkan, seperti keripik nangka, keripik nanas, keripik salak serta keripik wortel.

 

 

“Penambahan jenis produksi dilakukan untuk bersaing dengan industri rumahan lain yang bergerak di bidang yang sama,” ujar Syamsul. Adapun kapasitas produksi untuk setiap jenis produk disesuaikan dengan permintaan pasar. Saat ini, proses produksi membutuhkan 1 ton apel per hari. Syamsul menerangkan bahwa produksinya berprinsip zero waste. “Ampas sari apel dapat diproduksi menjadi dodol. Bahkan, kulitnya pun dapat dijadikan campuran tepung,” jelas Syamsul.

 

 

Sebagai bukti keseriusan usahanya, saat ini CV Bagus Agriseta Mandiri telah mendapat sertifikat ISO 9001:2008 yang berlaku hingga tahun 2018. Tak hanya itu, saat ini CV Bagus Agriseta Mandiri juga tengah memproses pengurusan sertifikasi SNI. “Keripik apel itu, kalau tidak kita standarkan bisa saja ada yang menggunakan apel jenis lain yang lebih murah,” ujar Syamsul.

 

 

Syamsul menjelaskan, harga dari setiap produk bervariasi yang disesuaikan dengan nettonya perkemasan. Pemasaran produk 80% masih lingkup Malang Raya, 20%nya di luar kota. “Namun untuk luar kota masih ada kendala di bidang logistik,” keluhnya. Adapun di Batu ada Asosiasi Pengusaha Kota Batu (APKB), di Malang Raya terdapat asosiasi UMKM, di Jawa Timur ada asosiasi UMKM Jawa Timur, dan ada Saudagar HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia), pelaku usahanya para santri di kawasan pesantren.

 

Saat ini, CV. Bagus Agriseta Mandiri yang pernah menjadi juara 2 dalam Gugus Kendali Mutu (GKM) sedang mengembangkan wisata edukasi. “Dalam wisata edukasi tersebut, prosesnya adalah tamu bisa melihat proses dari luar, lalu ada semacam edukasi pembelajaran” jelas Syamsul. (ald-Humas)

 




­