Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Bea keluar gairahkan industri pengolahan kakao

  • Senin, 17 Oktober 2011
  • 991 kali
Kliping Berita

JAKARTA: Implementasi bea keluar (BK)  biji kakao menghidupkan kembali industri pengolahan kakao nasional.

 Tahun ini, lima pabrik kakao yang mati suri sudah berproduksi kembali dan dua pabrik lagi diharapkan mulai beroperasi tahun depan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya mengatakan implementasi PMK no. 67/2010 tentang Penetapan Bea Keluar (BK) Kakao sudah terbukti menghidupan kembali industri pengolahan kakao dalam negeri.

Setelah penerapan kebijakan fiskal tersebut, konsumsi biji kakao oleh industri dalam negeri meningkat menjadi 180.000 ton pada 2010 dari 125.000 ton pada 2009. Tahun ini, industri kakao dalam negeri diprediksi menyerap 280.000 ton biji kakao.

“Dengan peningkatan penyerapan industri domestik tersebut, produksi cocoa powder, cocoa butter dan cocoa cake Indonesia diharapkan bisa mencapai 200.000 ton pada 2012,” ujarnya hari ini.

Data Kementerian Perindustrian menyatakan ekspor kakao olahan Indonesia meningkat dari US$142 juta pada Januari – Mei 2010 menjadi US$216,4 juta pada tahun ini. Adapun ekspor cokelat untuk periode yang sama naik dari US$12,2 juta dari tahun lalu menjadi US$16 juta pada 2011.

Di sisi lain, ekspor biji kako turun dari US$448,3 juta pada 3 bulan pertama tahun lalu menjadi US$289,4 juta pada 2011.

Sindra menambahkan bea keluar juga meningkatkan harga jual biji kakao Indonesia di pasar luar negeri karena berhasil menurunkan potongan harga yang diberikan pada biji kakao non-fermentasi.

“Produk biji kakao kita belum difermentasi hingga di terminal harganya didiskon. Setelah BK, diskon turun dari US$500 per ton menjadi US$200 per ton,” katanya.

Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan lima pabrik bubuk kakao di Makasar dan Tanggerang kembali beroperasi karena penerapan BK biji kakao.

Pembukaan kembali pabrik milik PT Effem Indonesia, PT Makmur Hasta, PT Unico Kakao Makmur Sulawesi, PT Davomas Abadi dan PT Maju Bersama Cocoa Industries diperkirakan menyerap sekitar 1.100 tenaga kerja dan mampu memproduksi hingga 202.000 ton kakao olahan per tahun.
Adapun tiga perusahaan lain yang belum beroperasi kembali, menurut Benny, masih menghadapi berbagai kendala setelah 3 tahun tidak beraktivitas.

SNI kakao

Sindra memperkirakan dua dari tiga perusahaan tersebut akan kembali beroperasi tahun depan setelah memastikan pasokan bahan baku, tujuan pemasaran, pasokan listrik serta perbaikan mesin dan peralatan.

Adapun satu pabrik lain, jelasnya, memang sudah lama tidak beraktivitas akibat permasalahan internal perusahaan.

Untuk mendorong daya saing industri kakao dalam negeri, Sindra menyarankan pemerintah segera menerapkan standar nasional (SNI) untuk biji kakao agar kualitas bahan baku industri kakao olahan membaik.

“Kakao yang belum difermentasi memberikan aroma tidak sedap. Jika bubuk kakao bisa dapat SNI, harusnya biji kakao juga bisa agar petani terdorong melakukan fermentasi,” katanya.

Dia mengatakan penerapan tata niaga biji kakao merupakan cara lebih baik dalam mendorong hilirisasi industri kakao daripada penerapan BK bagi produk olahan biji kakao seperti yang telah dipraktikkan untuk produk setengah jadi industri kelapa sawit.

“Kalau produk olahan diberi BK juga produk hampir tidak bisa bersaing karena negara tujuan ekspor masih menerapkan bea masuk tinggi untuk Indonesia,” ucap Sindra.

India menerapkan bea masuk kakao olahan untuk produk Indonesia sebesar 30%. Adapun Eropa menetapkan bea masuk 7% - 9% untuk kakao olahan dari Tanah Air, sebaliknya memberikan bea masuk 0% untuk produk sejenis dari Afrika. (sut)

Sumber  : Bisnis.com, Sabtu 15 Oktober 2011
Link : http://www.bisnis.com/articles/bea-keluar-gairahkan-industri-pengolahan-kakao




­