Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Minat Perajin Batik Cirebon Kian Memudar

  • Kamis, 21 Juli 2011
  • 1092 kali
Kliping Berita

Sungguh ironis, meningkatnya permintaan batik asal Indonesia ternyata tidak dibarengi dengan ketersediaan tenaga perajin batik nasional. Sebagai contoh nyata hal itu terjadi pada industri kecil dan menengah (IKM) di Kota Cirebon. Pelaku usaha batik sektor IKM di Cirebon mengaku sangat kesulitan mendapatkan tenaga ahli yang mampu memproduksi batik.

Menurut Ketua Asosiasi Batik Cirebon Rukadi Suminta pada acara Kunjungan Menteri Perindustrian MS Hidayat di sentra produksi batik di Cirebon, Selasa (17/7), turunnya minat bagi tenaga perajin industri batik di Cirebon bukan disebabkan karena permintaan untuk produk batik, tetapi tidak adanya regenerasi para perajin.

Akibat kekurangan tenaga kerja, sekitar 60 persen dari 360 industri IKM batik di Kabupaten Cirebon telah gulung tikar dalam lima tahun terakhir. Gelombang penutupan pabrik IKM batik di Cirebon mulai parah sejak penetapan kerajinan asli Indonesia tersebut sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.

Rukadi mengaku sejak dua tahun lalu di mana-mana muncul industri batik hingga tenaga kerja banyak yang terserap ke luar Cirebon. Kondisi tersebut mengurangi jumlah perajin batik di Cirebon hingga 20 persen dan memaksa produsen lokal mengalihkan produksi ke kota lain seperti Pekalongan untuk memenuhi permintaan pasar yang tumbuh pesat.

Di Kota Cirebon setiap IKM membutuhkan 5 sampai 20 orang tenaga kerja untuk memproduksi sekitar 3 kodi (60 potong) - 5 kodi (100 porong) pakaian per bulan. Permintaan yang tinggi terpaksa tidak bisa dipenuhi akibat kekurangan tenaga perajin. Akibatnya, produsen banyak yang mengalihkan ke kota lain.

Menurunnya minat perajin batik bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan IKM, terutama perajin batik. Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Euis Saedah mengatakan khusus untuk pelatihan perajin batik, tidak tanggung-tanggung, saat ini pemerintah telah menganggarkan dana sebesar 4 miliar rupiah.

"Dari alokasi dana pelatihan pasca pelaksanaan moratorium TKI ke Arab Saudi, diharap nantinya para calon TKI bisa memiliki keterampilan dan diserap di industri batik dalam negeri," ujar Euis Saedah.

Hal in senada dengan pendapat Menteri Perindustrian MS Hidayat bahwa pemerintah berjanji bakal mengatasi masalah kekurangan sumber daya manusia tersebut melalui balai pelatihan tenaga kerja dan pendidikan membatik di sekolah. Untuk mengatasi persoalan perajin batik ini perlu segera dibentuk lembaga khusus pengaderan perajin batik di sejumlah daerah sentra produksi batik.

"Batik merupakan produk unggulan dari dalam negeri dan banyak generasi muda yang beralih ke profesi lain. Karena itu, harus ada pendidikan dan pelatihan. Di sisi lain, pengusaha batik harus menunjukkan prospek (profesi perajin) batik," kata Hidayat.

Penerapan SNI Batik
Guna meningkatkan kinerja, Kemenperin terus mendorong pengusaha batik untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selama ini, baik IKM, bahkan industri besar batik, enggan untuk menerapkan SNI. Industri batik yang sudah memiliki merek sendiri tidak mau mendaftarkan diri. Padahal, SNI sukarela batik sudah diluncurkan sejak tahun 2008.

Karena itu, menurut Euis, saat ini penerapan SNI batik masih amat minim. Khusus industri besar tidak mau memakai SNI karena memiliki pangsa pasar sendiri. Apalagi IKM batik tentu juga tidak mau menerapkan SNI batik. Disinyalir, permasalahan biaya menjadi penghalang utama IKM untuk menerapkan SNI. Untuk mendaftarkan diri agar mendapatkan SNI membutuhkan dana sekitar 7.000.000 rupiah.

Pemerintah, lanjut Euis, akan membantu IKM yang belum mendaftarkan produknya untuk memiliki SNI. Hal ini penting karena dengan menerapkan SNI berarti secara kualitas mampu menahan produk batik printing asal Cina. Produk batik Cina adalah pesaing utama batik lokal. Bahkan, saat ini, di pasar-pasar besar maupun kecil batik lokal mulai tergeser produk Cina. ind/E-12

Sumber : Koran Jakarta. Com, Rabu 20 Juli 2011
Link : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/67067




­