Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Gapmmi: Kabupaten Harus Miliki Lab Standar

  • Sabtu, 18 Juni 2011
  • 990 kali
Kliping Berita

JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyarankan, tiap kabupaten di seluruh Indonesia agar mempunyai laboratorium (lab) standardisasi terakreditasi. Menurut Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman, saat ini, baru 66 laboratorium standardisasi pangan yang telah terakreditasi.

Padahal, kata dia, tahun 2015, Indonesia menjadi bagian dari Asean Economic Community (AEC). “Indonesia memiliki 500 kabupaten di 33 provinsi. Seharusnya, ada laboratorium yang terkareditasi di setiap kabupaten. Sebab, dalam AEC terdapat standardisasi komoditas yang harus ditingkatkan seperti permen, bakeri, cokelat, dan sereal, sedangkan komoditas yang lain akan menyusul,” kata Adhi di Jakarta, Jumat (17/6).

Menurut dia, industri makanan dan minuman (mamin) di dalam negeri siap mengikuti standardisasi yang diterapkan pada AEC. Hanya saja, kata dia, industri skala kecil dan menengah belum siap.

“Sekitar 60% industri mamin dalam negeri siap dengan standardisasi Asean. Masalahnya, berdasarkan data BPS terdapat 1 juta IKM yang menghasilkan produk mamin dan mereka masih belum siap menghadapi aturan produsen mamin Asean,” papar dia.

Untuk itu, dia berharap pemerintah fokus meningkatkan daya saing industri mamin di dalam negeri. Tahun 2014, standardisasi pangan Asean akan disepakati.

“Tahun 2014 standardisasi pangan Asean akan disepakati dan awal 2015 mulai berjalan. Produsen mamin dari skala rumah tangga sampai skala besar harus siap menghadapi aturan yang telah disepakati. Pemerintah bersama pelaku usaha harus menyosialisasikan aturan tersebut,” kata Adhi.

Di sisi lain, lanjut dia, industri mamin nasional belum siap menghadapai kerjasama perdagangan bebas (FTA) Indonesia dengan Uni Eropa yang saat ini masih dibahas. Pasalnya, kata dia, aturan standar yang diberlakukan kawasan tersebut terlalu tinggi.

“Kalau untuk sektor mamin olahan, saya rasa kita belum siap FTA dengan Uni Eropa. Standar yang diterapkan Uni Eropa terlalu ketat. Perusahaan besar dan kecil di sini belum siap menghadapi. Apalagi standar mereka sampai mengatur soal distribusi. Standar keamanan pangan mengharuskan rekomendasi atau izin dari British Retail Consortium (BRC),” jelas dia.

Selain itu, lanjut dia, Uni Eropa juga memberlakukan standar baru soal keamanan pangan. Yakni Food System Certificate 22000 yang menggabungkan ISO 22000 dengan Publicly Available Specification (PAS) dan ISO TS 22003.

“Jadi ada standar kemanan pangan dari hulu hingga hilir. Ini adalah inisiasi dari Global Food Safety Inisative oleh Confederation of Food and Drink Industry European Union,” kata Adhi.

Sementara itu, lanjut dia, saat ini pemerintah baru memberlakukan empat SNI wajib untuk produk pangan olahan, yakni tepung terigu, garam beryodium, bubuk kakao, dan air minum dalam kemasan (AMDK). (eme)

Sumber : Investor Daily, Sabtu-Minggu, 18-19 Juni 2011, hal. 8.




­