Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Telat Terapkan Hambatan Nontarif

  • Jumat, 15 Oktober 2010
  • 1287 kali

Kliping Berita


JAKARTA--MICOM: Indonesia terlambat menerapkan hambatan nontarif guna menangkal gencarnya serbuan produk-produk impor pascaperdagangan bebas.

Karena itu, selain penguatan perlindungan pasar domestik yang terus diusahakan pemerintah, peningkatan mutu produk serta perluasan akses pasar, dalam dan luar negeri, menjadi keharusan. Tanpa itu, laju pertumbuhan impor sulit terbendung dan produk nasional akan kian sulit bersaing di negeri sendiri.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Erlangga Mantik mengatakan itu di sela acara Sosialisasi Koordinasi Krbijakan Peningkatan Kualitas Produk Indonesia di Kuta, Bali, Kamis (14/10). Acara itu diikuti para pelaku usaha dan anggota Kadin Bali.

"Kita akui mekanisme kerja kita memang agak beda sendiri. Harusnya, persiapannya lebih panjang sebelum pemberlakuan FTA (perdagangan bebas). Seperti negara lain, mereka sudah siap dengan sederet hambatan nontarif sebelum FTA berlaku," ujarnya.

Menurut Erlangga, akibat keterlambatan itu, sejak lepas dari ratifikasi (persetujuan) FTA dengan negara lain, Indonesia kecolongan dalam hal perlindungan melalui hambatan nontarif. Ini karena sejak awal pembahasan, pemerintah terlalu berpikir positif.

Pemerintah tidak menyangka jika negara-negara lain yang mengikuti FTA sudah siap menggencarkan hambatan-hambatan nontarif baru ketika pengapusan hambatan tarif mulai diberlakukan. Hambatan nontarif meliputi standarisasi mutu dan kualitas produk, standar kesehatan, kebersihan, hingga lingkungan.

Akibat minimnya hambatan nontarif itu, produk-produk impor tak heran langsung membanjiri pasar domestik. Erlangga mencontohkan pasar-pasar di Jakarta, misal Mangga Dua dan Tana Abang. Sedikitnya 60% pasar dikuasai produk-produk impor dari China.

"Di pasar mainan anak, juga, 100% bahkan produk dari China. Kita belum jadi tuan rumah di negara sendiri, dan ini mesti mendapat perhatian bersama," ujarnya.

Menurut Erlangga, tanpa adanya hambatan nontarif, akses produk-produk dunia ke pasar kita memang menjadi sangat mudah. Sebab, sejak memasuki FTA, penurunan bea masuk menjadi keniscayaan, mulai dari kerjasama bilateral, regional, dan global. Lebih dari 70% tarif pos kita saat ini dalam kisaran 0-5%.

"Maka itu kita terus tingkatkan daya saing produk-produk nasional di luar negeri. Ini termasuk meningkatkan aksesnya yang banyak, mulai dari pembiayaan dengan mencari skim-skim baru dan memperhatikan keluhan industri tentang suku bunga yang terlalu tinggi serta sumber daya manusia," ujar Erlangga.

Kepala Badan Standarisasi Nasional Bambang Setiadi mengatakan, menghadang serbuan produk impor dengan menerapkan standar produk melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) memang memerlukan waktu lama. Sebagai gambaran, sebuah SNI, sejak diajukan hingga diberlakukan memerlukan waktu sedikitnya dua tahun. Adapun untuk SNI Wajib, yang dapat menghalangi produk impor non-SNI ke pasar Indonesia, diperlukan waktu hingga lima sampai tujuh tahun.

Bambang menambahkan, lambatnya pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) terutama untuk produk di sektor-sektor yang memiliki daya saing lemah dalam menghadapi ACFTA tidak lepas karena Indonesia termasuk negara yang kurang memperhatikan masalah standarisasi.

Ini terlihat dari kurangnya perhatian dari dunia pendidikan terhadap standar. Di Indonesia, hingga kini, belum pernah ada satupun perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah standar. Padahal, standar telah mendapat perhatian luas di negara-negara lain dan dikukuhkan dalam bentuk festival standar antarperguruan tinggi sedunia di Oslo, Norwegia, setiap tanggal 13 September tiap tahunnya.

Saat ini terdapat 6.743 SNI yang berlaku di Indonesia, mencakup yang wajib ataupun tidak. Dari jumlah itu, produk-produk dari sektor yang memiliki daya saing lemah dalam ACFTA, seperti barang elektronik dan mainan anak-anak, masih terus dalam pembahasan. (OL-3)

Sumber : Media Indonesia.com, Kamis 14 Oktober 2010.
Link : http://www.mediaindonesia.com/read/2010/10/10/175190/4/2/Indonesia-Telat-Terapkan-Hambatan-Nontarif




­