Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Wajib SNI Biji Kakao Berpotensi Tekan Ekspor

  • Rabu, 13 Oktober 2010
  • 1203 kali

Kliping Berita


Kepala BSN: SNI Penting untuk Menjaga Mutu

Dakhri Sanusi

MAKASSAR -- Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk biji kakao kualitas ekspor masih menuai kontroversi. Pihak Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) melihat standardisasi biji kakao masih harus dikaji dengan baik karena berpotensi menekan volume ekspor.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Askindo, Dakhri Sanusi, Selasa 12 Oktober mengungkapkan, pengkajian SNI untuk keberlangsungan perkakaoan di Indonesia. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 157/M-IND/PER/11/ 2009 tentang Pemberlakukan SNI Kakao Bubuk Secara Wajib mengatur agar pengimpor dan produsen bubuk kakao menerapkan SNI dan memiliki sertifikat penggunaan produk tanda (SPPT) SNI sesuai dengan ketentuan standar wajib komoditas tersebut. Peraturan itu diberlakukan mulai 4 Mei 2010.

Namun, peraturan Badan Standardisasi Nasional (BSN) No 86/KEP/ BSN/9/2008 tentang SNI biji kakao berlaku mulai Oktober ini. "SNI biji kakao sudah ada, tinggal menunggu apakah akan diberlakukan atau tidak," ujar Dakhri.

Banyak hal yang masih perlu dikaji sebut Dakhri, antara lain jumlah biji dalam 100 gram. Dalam SNI, jumlah biji 110 dalam 100 gram, dan selama ini yang ada sebut Dakhri, 125 biji dalam 100 gram. Selain itu, untuk ampas atau yang melekat pada biji sebut dia dalam SNI ditoleransi hingga 3 persen.

Namun dengan adanya hama penggerek buah kakao (PBK), pemerintah sebut Dakhri harus mengkaji apakah angka 3 persen tersebut masih layak dipakai atau tidak.

Perbaikan mutu kakao sebut Dakhri, tergantung pada tingkat petani. Untuk itu kata Dakhri, pemerintah harus getol mensosialisasikan SNI tersebut di tingkat petani. Termasuk juga memperbaiki kelembagaan di tingkat petani.

Perbaikan mutu kakao sebut Dakhri, juga sangat tergantung pada gernas kakao. Askindo sendiri sebut Dakhri menunggu hasilnya pada 2011 mendatang. "Kami tentunya berharap gernas kakao tersebut berhasil tahun depan.

Namun, kami berharap gernas tersebut dievaluasi bagaimana progresnya, dan kami (Askindo) siap duduk satu meja dengan pemerintah untuk membahas bagaimana perkembangan gernas kakao tersebut," pungkas Dakhri.

Sementara Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) dalam situs resminya, www.bsn.go.id, menjelaskan bahwa penerapan SNI biji kakao untuk menjaga mutu sehingga harganya juga bisa terjaga.

Berdasarkan Peraturan Kepala BSN No 86/KEP/ BSN/9/2008 tentang SNI biji kakao aturan, maka biji kakao wajib uji serangga hidup, kadar air, bau asap/hummy/bau asing dan kadar benda asing. "Kandungan-kandungan itu sering dikeluhkan negara tujuan ekspor," katanya.

Lebih lanjut dia, menyebutkan bahwa nilai ekspor kakao Indonesia selama ini, relatif stabil. Pada Januari-Maret 2010 mencapai USD35,54 miliar atau meningkat 54,31 persen dibanding periode yang sama tahun 2009 yaitu sebesar USD23,03 miliar.

Sementara negara tujuan ekspor biji kakao, periode 2004-2009, meliputi Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, Brasil, dan Prancis. Tahun ini, terjadi pergeseran negara tujuan. Yakni ke Amerika Serikat, Brasil, Bolivia, Negara Uni Eropa (Jerman, Prancis, Inggris, Belanda), Negara Asia (Malaysia, China, Jepang), Afrika Selatan, Australia dan New Zealand.

"Perdagangan ekspor pada tahun 2010 mengalami peningkatan pangsa pasar yang lebih luas dibandingkan dengan periode tahun 2004-2009. Hal ini menunjukan bahwa mutu ekspor biji kakao Indonesia memiliki kualitas unggul di pasar global. Itu harus terus ditingkatkan sehingga BSN biji kakao dipandang penting," tuturnya. (asw)

Sumber : Fajar News.co.id, Rabu 13 Oktober 2010.
Link : http://news.fajar.co.id/read/107265/45/wajib-sni-biji-kakao-berpotensi-tekan-ekspor




­