Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Panduan dan Kuesioner Penerapan Tata Kelola SPK Indonesia Jadi Rujukan Baru bagi Anggota APEC

  • Senin, 15 Juli 2024
  • Humas BSN
  • 71 kali

Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan workshop bertema "Strengthening Good Governance on the Implementation of Standardization and Conformity Assessment for APEC Economies", pada 9 – 11 Juli 2024, di Denpasar, Bali. Workshop ini dihadiri oleh National Standardization Bodies (NSB), regulator, dan akademisi dari 13 ekonomi APEC.

Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah, dalam sambutannya menyatakan bahwa workshop ini memperkenalkan panduan dan kuesioner yang diinisiasi oleh BSN untuk mengukur maturitas tata kelola standardisasi dan penilaian kesesuaian di berbagai organisasi. Didukung oleh UNIDO, OECD, ISO, dan ASTM, acara ini menekankan pentingnya kolaborasi internasional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi infrastruktur mutu serta penyusunan regulasi teknis sesuai prinsip Good Regulatory Practices (GRP) dalam mendukung akses pasar global. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek Indonesia di APEC Sub-Committee on Standards and Conformance (SCSC), yaitu SCSC 02 2023T – Development of Guidance on Strengthening Good Governance on the Implementation of Standardization and Conformity Assessment for APEC Economies.

UNIDO, diwakili oleh Alejandro Rivera Rojas dan Marco Kamiya, memaparkan inisiatif global untuk memperkuat sistem Quality Infrastructure (QI) yang mencakup metrologi, standardisasi, akreditasi, penilaian kesesuaian, dan pengawasan pasar. Salah satu sorotan utama adalah pengenalan Indeks QI4SD yang mengukur kontribusi QI terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dengan berbagai indikator yang menilai kesiapan dan dampak sistem QI secara global.

Alberto Morales dari OECD menyoroti pentingnya penerapan Good Regulatory Practices (GRP) dan kerjasama regulasi internasional. Materi yang dibahas meliputi dampak ekonomi dari regulasi berkualitas rendah, pentingnya Regulatory Impact Assessment (RIA), dan hubungan antara infrastruktur mutu nasional dan regulasi. Penerapan GRP dan RIA membantu memastikan regulasi melindungi masyarakat tanpa membebani perekonomian. Dalam presentasinya, OECD menekankan bahwa infrastruktur mutu nasional, yang mencakup akreditasi, metrologi, standardisasi, serta pengujian dan sertifikasi, memainkan peran penting dalam mendukung regulasi yang efektif dan efisien. Selain itu, OECD menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam menyusun regulasi yang sejalan dengan standar global untuk mendukung akses pasar dan meningkatkan efisiensi administratif melalui pembelajaran dan pertukaran pengetahuan antar negara.

Organisasi internasional pengembang standar ASTM memaparkan program unggulannya dan Global Cooperation Program, yang mempromosikan kolaborasi internasional dalam standardisasi. Program ini melalui inisiatif seperti Program MoU memfasilitasi akses ke standar, meningkatkan kapasitas profesional melalui program pelatihan, dan mendukung pertukaran pengetahuan di antara ekonomi anggota.

ISO memperkenalkan konsep Good Standardization Practice (GSP) beserta diagnostic tools yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan penerapan standar internasional. Alat ini tersedia dalam format spreadsheet Excel dan dapat digunakan oleh Badan Standardisasi Nasional/National Standardization Bodies (NSB) untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap prinsip-prinsip GSP yang dipetakan melalui 47 indikator dalam rantai nilai NSB. Alat ini memungkinkan badan standardisasi untuk memvisualisasi status penerapan GSP sebagai acuan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas partisipasi dalam pengembangan standar internasional. Program ISO GSP juga mencakup dasar-dasar standardisasi, prinsip-prinsip pengembangan standar, dan mendukung kegiatan pemasaran serta penyebaran informasi standar.

Selaras dengan paparan dari narasumber dari organisasi internasional diatas, Indonesia juga memandang penting bagi setiap ekonomi APEC untuk memiliki maturitas infrastruktur mutu yang berbasis standardisasi dan penilaian kesesuaian untuk mendukung proses tata kelola penyusunan kebijakan yang sesuai dengan prinsip GRP. Berdasarkan hal tersebut diatas, Indonesia mengusulkan panduan dan kuisioner tata kelola standardisasi dan penilaian kesesuaian (SPK) bagi organisasi pemerintah yang sebelumnya digagas oleh BSN – Indonesia, untuk dapat diimplementasikan lebih luas di ekonomi-ekonomi APEC.         

Panduan dan kuisioner ini diharapkan dapat menjadi assessment tools bagi negara anggota APEC dalam menganalisa dan mengukur maturitas penerapan SPK dinegara masing-masing, sehingga masing-masing negara anggota APEC yang menggunakan tools ini dapat mengidentifikasi area yang menjadi kekuatan sistem mereka dan hal-hal yang perlu dioptimalkan.

Pada kesempatan ini, Dewi Komalasari dari Tim Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Internasional BSN, mendiseminasikan panduan dan metode evaluasi tata Kelola berbasis SPK yg telah disusun dan diimplementasikan oleh Indonesia sejak 2020 hingga saat ini. Elemen tata kelola SPK terdiri dari (1) pengembangan standar, (2) penerapan standar, (3) penilaian kesesuaian dan ketertelusuran serta (4) pembelajaran dan pertumbuhan organisasi, dimana setiap elemennya memperhatikan kemampuan organisasi menggunakan pendekatan Plan – Do – Check – Act (PDCA) untuk memastikan setiap elemen dievaluasi secara sistematis dan berkelanjutan, sehingga kualitas dan efektivitasnya dapat terjaga.

Evan Buwana dari Tim Kerja Tata Kelola Regulasi Teknis berbasis SPK BSN, melaporkan hasil kegiatan evaluasi tata kelola SPK yang diselenggarakan di 5 provinsi dalam kerangka APEC Project SCSC02-2023T, antara lain: Aceh, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat Daya, yang memberikan Gambaran maturitas SPK pada Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan hasil evaluasi pada OPD kelima daerah yang menjadi lokus, BSN mendapatkan gambaran secara agregat bahwa organisasi-organisasi tersebut telah memiliki perencanaan penerapan SPK yang baik, serta mengidentifikasi hal-hal yang perlu dioptimalkan di bidang SPK.

Mengakhiri sesi workshop, Direktur Sistem Penerapan Standar Dan Penilaian Kesesuaian BSN, Konny Sagala menyampaikan apresiasinya kepada seluruh narasumber, moderator dan peserta yang berasal dari latar belakang regulator, NSB, maupun academia representasi 13 APEC Economy. BSN selanjutnya akan melakukan finalisasi panduan dan kuisioner Tata Kelola SPK berdasarkan masukan yang diperoleh untuk disampaikan kepada APEC agar dapat dimanfaatkan untuk mengukur nilai maturitas SPK negara anggota APEC.

Ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam workshop ini diharapkan dapat menjadi landasan peningkatan tata kelola SPK di ekonomi masing-masing dan mendorong kolaborasi antar ekonomi APEC yang lebih kuat. (SPSPK)

 

Galeri foto: Panduan dan Kuesioner Penerapan Tata Kelola SPK Indonesia Jadi Rujukan Baru bagi Anggota APEC