Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Standardization and Certification for Tourism is Beyond Regulation

  • Jumat, 24 Mei 2024
  • Humas BSN
  • 1636 kali

Makna dari judul di atas adalah standardisasi dan sertifikasi usaha pariwisata dapat memberikan manfaat ganda, memenuhi regulasi dan menjamin keberlanjutan bisnis baik dari sisi profit, dampak sosial dan budaya serta kelestarian lingkungan. Pernyataan tersebut menjadi salah satu kesimpulan Rapat Koordinasi Standardisasi dan Sertifikasi Usaha Pariwisata Wilayah Tengah dan Timur yang digelar di the Stone Hotel Legian, Bali (21/5/2024) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Rakor yang dihadiri oleh 420 peserta dari pelaku usaha, asosiasi, dinas pariwisata, dan lembaga sertifikasi usaha pariwisata dibuka langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. "Rakor kali ini dapat menjadi momen untuk membangun sektor pariwisata Indonesia lebih baik, dengan beberapa kejadian kecelakaan di objek dan event wisata semakin meyakinkan kita bahwa standardisasi dan sertifikasi memang diperlukan" ungkap Sandiaga Uno.

"Dulu saat Covid, Pariwisata Indonesia bisa tertolong dan cepat pulih, salah satunya karena SNI CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment), jadi menurut saya, CHSE ini kita kembangkan lagi ke arah BGCE (Blue, Green, and Circular Economy) dan tetap berbasis kearifan lokal," ujar Sandiaga Uno.

"Pariwisata Indonesia, Alhamdulillah menuju perkembangan yang luar biasa," lanjut Sandiaga Uno, "Hal ini jika melihat indeks pariwisata dan perjalanan yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF). Peringkat wisata Indonesia selalu naik, tahun lalu peringkat 32 dunia naik dari 44. Tahun ini saya yakin naik," ujar Sandiaga Uno. "Kebetulan pengumumannya hari ini jam 3 sore nanti pengumumannya dari kantor WEF di Jenewa, Swiss. Jadi kita jangan feeling inferior, karena wisata Indonesia masuk papan atas dunia," ungkap Sandiaga Uno.

Saat berita ini ditulis, telah terbit rilis resmi dari Kemenparekraf (https://kemenparekraf.go.id/berita/siaran-pers-indeks-kinerja-pariwisata-indonesia-peringkat-ke-22-dunia) bahwa Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia berada di peringkat ke-22 dunia naik 10 peringkat dari tahun lalu. Indonesia kembali melewati ranking Malaysia, Thailand, dan Vietnam perihal daya saing pariwisata.

Hadir mewakili Badan Standardisasi Nasional (BSN), Sekretaris Utama selaku Plt. Deputi Bidang Akreditasi, Donny Purnomo. Disampaikan bahwa standardization and certification beyond regulation ini akan berdampak besar bagi pariwisata Indonesia jika dikembangkan berdasarkan kebutuhan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. "Pelaku usaha akan dengan sukarela mengeluarkan investasi untuk berbagai sertifikasi jika memang wisatawan meminta. Hal ini tentunya lebih efektif dan efisien, pelaku usaha lebih patuh, wisatawan terjamin dan percaya, APBN bahkan bisa lebih dihemat atau bahkan tidak dipakai sama sekali," ungkapnya.

Sebagai contoh standar wisata yang banyak diakui dan menjadi rujukan dunia adalah standar GSTC (Global Sustainable Tourism Council) dimana RI sudah menjadi anggotanya melalui Kemenparekraf. "Ke depan, GSTC bisa didorong dan ditingkatkan penerapannya di sektor Pariwisata Indonesia, dan saya yakin bisa pariwisata Indonesia," terang Donny Purnomo.

Hal tersebut pun diamini oleh peserta yang disampaikan di sesi diskusi, salah satunya Rahmi Fajar Harini, COO Ecotourism Bali, menurutnya penerapan standar yang sesuai kebutuhan semua pihak terutama wisatawan yang semakin peduli lingkungan sangat diperlukan. Rahmi yakin pelaku usaha akan dengan sukarela menerapkannya. "Kami tertarik untuk menginisiasi standar ecotourism di Indonesia, terutama di Bali," pungkasnya.

Selain Kemenparekraf dan BSN, Rakor ini juga diisi sesi diskusi dengan BKPM, BAPPENAS, Kemendagri, Kemenkes, Kemnaker, serta role model sektor wisata seperti Desa Wisata Panglipuran, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, dan the Stone Hotel Legian. (Har)

 

 Galeri Foto:

Standardization and Certification for Tourism is Beyond Regulation