Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Kembali Mengangkat Concern pada Kebijakan EU Deforestation Regulation

  • Senin, 18 Maret 2024
  • Humas BSN
  • 2278 kali

Indonesia bersama bersama 13 (tiga belas) Anggota World Trade Organization (WTO) lainnya kembali mengangkat isu terkait penerapan EU Deforestation Regulation pada Sidang Komite TBT WTO yang telah dilaksanakan pada Rabu - Jum'at, (13 – 15 Maret 2024). Dalam statement yang disampaikan Delegasi Indonesia pada Kamis (14/03/2024), kebijakan EU Deforestation Regulation dianggap berpotensi melanggar aturan WTO karena sifatnya yang sepihak dan diskriminatif serta menciptakan hambatan perdagangan yang tidak perlu. Lebih lanjut Indonesia juga menyampaikan bahwa telah mengembangkan platform inventarisasi hutan yang disebut SIMONTANA, yang telah digunakan sebagai referensi dalam publikasi keadaan hutan dunia oleh Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO). Indonesia mendesak Uni Eropa untuk mempertimbangkan pengakuan serupa terhadap platform SIMONTANA ini.

Selain isu kebijakan EU Deforestation Regulation, Indonesia juga masih mengangkat isu mengenai EU Waste Shipment Regulation dan EU MRLs for Clothianidin dan Thiamethoxam

Indonesia mengusulkan adanya komunikasi dan dialog yang intens dengan Uni Eropa, terutama untuk membahas peraturan pelaksanaan yang transparan dan aplikatif terkait EU Waste Shipment Regulation sehingga Indonesia dapat ditetapkan sebagai salah satu “Listed Eligible Countries”. Disampaikan juga agar peraturan, ketentuan atau standar terkait pengelolaan lingkungan hidup yang selama ini juga diberlakukan secara ketat di Indonesia dapat diakui dan diterima oleh Uni Eropa.

Berkaitan dengan EU MRLs for Clothianidin dan Thiamethoxam, Indonesia menyampaikan bahwa telah memiliki peraturan pendaftaran pestisida yang mengacu pada standar internasional. Hanya produk yang telah memenuhi persyaratan teknis dan administratif yang dapat didaftarkan dan diizinkan untuk digunakan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kemampuan dan kapasitas yang memadai dalam mengelola pestisida. Oleh karena itu, Indonesia meminta Uni Eropa untuk meninjau kembali peraturan ini dengan memperhatikan masukan-masukan substantif dari Anggota WTO dan menggunakan standar internasional seperti Codex Alimentarius.

Selain itu, Indonesia juga masih menyampaikan concern terkait kebijakan Quality Control Order (QCO) yang diberlakukan Pemerintah India termasuk legitimate objective yang ingin dicapai. Banyaknya jumlah produk yang diatur, kebutuhan pengujian fisik, grace period yang singkat serta tidak tersedianya jadwal pasti inspeksi pabrik di lokasi produksi, menimbulkan masalah yang harus dihadapi pelaku usaha Indonesia.

Berkaitan dengan rancangan Permenperin pemberlakuan SNI 6 Produk Plastik, India meminta penjelasan terkait ketentuan penunjukan hanya 1 (satu) Perwakilan Perusahaan (CR) di Indonesia yang ditunjuk untuk melakukan impor produk dan kewajiban pengujian sampel produk akhir dilakukan oleh laboratorium yang berlokasi di Indonesia atau negara-negara yang memiliki Mutual Recognition Arragement (MRA) dengan Indonesia.

Delegasi Indonesia pada sidang Komite TBT kali ini dipimpin oleh Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah melalui aplikasi Interprefy, dan Delegasi Indonesia yang hadir secara in-person di Jenewa, Swiss yaitu Kepala BPJPH didampingi oleh Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian perwakilan dari Kementerian Perdagangan, serta PTRI Jenewa. (notif-SPSPK/Red: PjA - Humas)

 

Galeri Foto 




­