Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Bersama Stakeholder, BSN Bahas Pentingnya SNI Manajemen Risiko Untuk Koperasi Indonesia

  • Jumat, 10 Februari 2023
  • 1347 kali

Sebagai badan usaha yang berfokus untuk mensejahterakan anggotanya, Koperasi membutuhkan manajerial yang baik. Apalagi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah mencanangkan modernisasi koperasi. Untuk itu, diperlukan suatu panduan yang dapat digunakan oleh para pengurus koperasi dalam mengelola unit bisnisnya.

Deputi Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo menuturkan, salah satu standar yang dapat memfasilitasi kebutuhan manajerial koperasi adalah standar dengan ruang lingkup sistem manajemen, khususnya terkait manajemen risiko.

“Koperasi mungkin butuh manajemen risiko sektor perkoperasian, agar tetap berkorelasi dengan manajemen risiko yang umum,” ujar Hendro saat menerima audiensi dari Universitas Koperasi Indonesia pada Rabu (8/2/2023) di Kantor BSN, Jakarta. Hadir dalam audiensi ini adalah Kepala Pusat Studi Koperasi Universitas Koperasi Indonesia, Sugiyanto; Direktur Kerja Sama Universitas Koperasi Indonesia, Heri Nugroho; Ketua Komite Teknis 03-10 Tata Kelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan, Antonius Alijoyo; Direktur Pengembangan Standar Infrastruktur, Penilaian Kesesuaian, Personel dan Ekonomi Kreatif, Iryana Margahayu; serta Analis Standardisasi Ahli Madya BSN, Anna Melianawati.

Saat ini BSN telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait manajemen risiko, yang diadopsi secara identik dari standar internasional (ISO), yakni SNI 8615:2018 ISO 31000:2018 Manajemen Risiko – Pedoman (ISO 31000:2018, IDT). Adapun untuk memfasilitasi penerapan manajemen risiko di sektor publik, BSN juga telah menetapkan 8848:2019 Manajemen risiko – Panduan implementasi SNI ISO 31000:2018 di sektor publik.

“SNI 31000 merupakan standar yang sifatnya sangat umum, dan penggunaannya lebih ke arah private sector. Agar lembaga pemerintah juga dapat mengelola manajemen risiko, tentu aspek yang menjadi perhatian harus rinci. Untuk tu, BSN melalui komtek mengembangkan SNI manajemen risiko untuk sektor publik,” terang Hendro.

Hendro menyatakan, BSN selalu siap mendukung stakeholder yang ingin berkontribusi dalam pengembangan standar. Ia pun menjelaskan, apabila stakeholder -termasuk Universitas Koperasi Indonesia- ingin mengusulkan pengembangan SNI tentang koperasi, maka sebagai konseptor harus menentukan terlebih dahulu, poin-poin apa saja yang akan dijadikan panduan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Studi Koperasi Universitas Koperasi Indonesia, Sugiyanto berpendapat bahwa titik kritis yang harus ada dalam manajemen koperasi adalah adanya Rapat Anggota Tahunan (RAT). “Banyak yang merasa tidak penting, padahal RAT adalah pondasi koperasi,” tegasnya.

Sugiyanto menuturkan, ia bersama tim dari Universitas Koperasi Indonesia siap menyusun draft rancangan SNI tentang koperasi. Diharapkan, adanya SNI dapat mendukung program modernisasi koperasi, demi kemajuan koperasi Indonesia. (ald/Red-Arif)




­