Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Rapat Koordinasi Rancangan Peraturan Pengganti PP Nomor 33 Tahun

  • Minggu, 03 April 2022
  • 508 kali

Dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah pengganti PP Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pegion dan Keamanan Sumber Radioaktif serta dalam upaya mendukung peningkatan kualitas Peraturan Perundang-undangan Ketenaganukliran,  Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Komite Akreditasi Nasional (KAN) menyampaikan paparan mengenai “Laboratorium Akreditasi yang tercantum dalam Mutual Recognition Agreements” kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) pada rapat koordinasi yang dilangsungkan secara daring pada Jumat (01/04/2022).

“Kita dapat membuat standar baru sepanjang kita memiliki legitimate objective yang dapat kita yakinkan sesuai dengan tujuan,” ungkap Direktur Sistem dan Harmonisasi Akreditasi BSN, Sugeng Raharjo pada paparannya.

Di era globalisasi pemerintah sudah tidak bisa lagi melakukan proteksi dalam negeri dengan membatasi produk asing melalui pemasangan tarif masuk. Karenanya, pemerintah menggunakan alat lain sebagai barrier yaitu standar. Produk yang masuk ke dalam negeri harus memenuhi persyaratan dalam standar.
Akreditasi merupakan rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh KAN yang menyatakan bahwa suatu lembaga, institusi, atau laboratorium memiliki kompetensi serta berhak melaksanakan penilaian kesesuaian. Pengakuan ini dilakukan melalui pembuktian kesesuaian (produk, proses, jasa, sistem, personel) terhadap persyaratan yang ada pada standar.

Saling keberterimaan atau Mutual Recognition Agreement (MRA) dapat dilakukan pada beberapa level, seperti MRA B to B; MRA skema sertifikasi, APAC, IAC, ILAC; MRA skema akreditasi; serta MRA G to G (government to government). Adapun kelebihan MRA antar pemerintah, negara anggota organisasi internasional dapat memenuhi kebutuhan MRA tanpa membuat terlalu banyak MRA antar bisnis/organisasi.

MRA akreditasi yang sudah ada saat ini salah satunya ILAC, yang mengcover MRA dari berbagai organisasi internasional di dunia, seperti EA, ARAC, SADCA, APAC, dan IAAC. Tujuan dari ILAC MRA adalah agar laboratorium yang terakreditasi oleh salah satu lembaga akreditasi diakui memiliki kompetensi yang sama/ekuivalen dengan laboratorium yang terakreditasi oleh badan akreditasi lain. Dengan kata lain, cukup dengan sekali diakreditasi laboratorium sudah dapat diakui di semua negara anggota.

Dalam MRA antar regulator atau Government to Government, untuk memastikan pemenuhan persyaratan, negara anggota menggunakan laboratorium dan Lembaga sertifikasi yang dapat dipercaya. Guna memastikan laboratorium dan Lembaga sertifikasi dapat dipercaya, negara anggota menggunakan lembaga akreditasi, agar dapat mengeluarkan sertifikat yang dapat saling diterima. Dalam hal ini, lembaga akreditasi di Indonesia adalah KAN.

Hingga akhir tahun 2021 sudah ada 100 negara yang telah menandatangani MRA untuk lingkup pengujian, 83 negara untuk lingkup kalibrasi, 79 negara untuk lingkup inspeksi, 72 negara untuk lingkup medik, 37 negara untuk lingkup proficiency testing provider, dan 22 negara untuk lingkup produsen bahan acuan.

Sejauh ini, KAN sudah mendapatkan 14 saling pengakuan MRA di APAC. (Put – Humas/Red: Arf)




­