Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Peran Penting Fasilitator Guna Terwujudnya LPK Handal

  • Jumat, 25 Maret 2022
  • 929 kali

Membangun infrastruktur mutu yang handal, penilaian kesesuaian merupakan salah satu pilar penting selain standardisasi dan metrologi. Sistem penilaian kesesuaian harus menunjukkan kredibilitasnya agar kepercayaan hasil penilaian kesesuaian dapat dijamin. Salah satu elemen sistem penilaian kesesuaian adalah lembaga penilaian kesesuaian (LPK).

Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah dalam Pertemuan Teknis Fasilitator Lembaga Penilaian Kesesuaian yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (24/3/2022) menyampaikan perkembangan LPK yang ada saat ini cukup besar.

“Saat ini, lembaga penilaian kesesuaian luar biasa perkembangannya. Terdapat lebih dari 2500 LPK dari berbagai ruang lingkup yang mengacu pada standar maupun regulasi yang ada,” ujar Zakiyah.

Kendati demikian, lanjut Zakiyah berdasarkan hasil pemetaan ketersediaan infrastruktur penilaian kesesuaian di Indonesia, mayoritas LPK tersedia di wilayah Indonesia bagian Barat. Sementara, di wilayah Indonesia bagian timur masih sangat minim, sehingga kebergantungan wilayah ini pada LPK yang berada di Pulau Jawa masih tinggi.

Hal ini juga berakibat pada lambatnya pengembangan produk unggulan di kawasan ini. BSN terus melakukan pendekatan ke berbagai pihak. “Hal ini penting karena sangat minimnya jumlah LPK, sehingga perlu langkah kolaboratif agar UMK yang ingin melakukan pengujian ataupun sertifikasi produk dapat mereduksi biaya transportasi apabila LPK tersedia di daerahnya. Oleh karenanya, pengembangan LPK ataupun ruang lingkup LPK menjadi kebutuhan yang mendesak,” terang Zakiyah.

Mengacu amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian disebutkan bahwa BSN bersama kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian lainnya, dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan pembinaan dan pengembangan LPK dengan memperhatikan kebutuhan pasar dan masyarakat.

“Namun, saat ini Pemda belum sepenuhnya memberikan concern terhadap berdirinya penilaian kesesuaian. Untuk itu, BSN mencoba memberikan pembinaan berupa fasilitasi ketersediaan LPK khususnya dalam rangka mendukung pengembangan sektor usaha dan potensi produk unggulan daerah. Fasilitasi tersebut dilakukan antara lain berupa bimbingan teknis kepada LPK atau calon LPK,” jelas Zakiyah.

Adapun, dalam pengembangan LPK tersebut diperlukan fasilitator yang kompeten yang mampu menyiapkan LPK sehingga siap untuk diakreditasi oleh KAN. “Peran Bapak dan Ibu Fasilitator menjadi sangat penting bagi kami untuk bisa meningkatkan ketersediaan LPK yang merata sesuai kebutuhan dunia usaha di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Zakiyah.

Pertemuan Teknis kali ini berfokus pada sektor usaha pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan. Dalam mendukung program pemulihan pariwisata Indonesia yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf )/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf), BSN telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 9042:2021 Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan Tempat Penyelenggaraan dan Pendukung Kegiatan Pariwisata (CHSE) pada November 2021.

Guna menjamin konsistensi penerapan sertifikasi CHSE dan menjamin kompetensi Lembaga Sertifikasi yang mengoperasionalkan sertifikasi SNI 9042:2021 ini, maka Komite Akreditasi Nasional (KAN) bekerjasama dengan Kemenparekraf mengembangkan skema akreditasi dan sertifikasi bagi Lembaga Sertifikasi dengan ruang lingkup CHSE.

Zakiyah atau biasa disapa Kiki mengungkapkan bahwa standar CHSE sudah diterapkan dalam berbagai bentuk kegiatan. Seperti baru-baru ini pada ajang bergengsi MotoGP di Lombok – Nusa Tenggara Barat sangat memperhatikan persyaratan-persyaratan yang ada di CHSE sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan para wisatawan baik asing maupun domestik.

Pertemuan teknis menghadirkan narasumber Direktur Akreditasi Lembaga Inspeksi dan Lembaga Sertifikasi BSN, Triningsih Herlinawati; Ketua Komite Teknis Pengembangan Standar 03-09 Manajemen Pariwisata - yang juga berasal dari Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Usaha Kemenparekraf/ Baparekraf RI, Mukhlis; dan Komite Teknis Pengembangan Standar 03-09 Manajemen Pariwisata – yang juga berasal dari Direktorat Standardisasi dan Sertifikasi Usaha - Kemenparekraf/ Barekraf RI, Agus Priyono.

Melalui kegiatan ini, Kiki berharap agar pelaksanaan fasilitasi atau bimbingan teknis yang telah dilaksanakan dapat dievaluasi serta dapat ditingkatkan keefektifan serta kualitasnya. Selain itu, fasilitator LPK dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai skema penilaian kesesuaian termutakhir termasuk regulasi yang terkait sehingga dapat mempersiapkan diri dalam penyediaan layanan fasilitasi lembaga penilaian kesesuaian sesuai kebutuhan LPK atau calon LPK. (nda-humas/Red: Arf)




­