Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Good Regulatory Practice Tingkatkan Kualitas Regulasi SNI

  • Kamis, 12 November 2020
  • 3411 kali

Seperti yang diketahui, sebagaimana perkembangan lingkungan yang terjadi saat ini, baik lokal maupun global, terutama didorong dengan konteks pembangunan berkelanjutan dan kemajuan teknologi dan informasi, juga tuntutan masyarakat semakin tinggi, hal ini memberikan indikasi dan tuntutan perubahan dalam penyusunan dan pelaksanaan peraturan yang terkait dengan kebijakan publik.

Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah menuturkan, dalam penyusunan peraturan, ada perubahan paradigma yang mendasar, yang semula dalam penyusunan peraturan bahwa yang sebelumnya menjadi domain dari regulator atau lembaga pemerintah terdapat banyak ketidakpuasan di dalamnya, kemudian domain itu bergeser ke arah yang memperhatikan bagaimana real need dari stakeholders betul-betul diperhatikan dalam penyusunan peraturan maupun kebijakan publik, yang didasarkan pada gagasan secara kolektif. Hal ini disampaikannya saat membuka webinar Good Regulatory Practice Pemberlakuan Standar dan Penilaian Kesesuaian pada Rabu (11/11/2020) yang dilaksanakan melalui Zoom.

Pada tahun 2019, di tingkat regional telah diterbitkan ASEAN Guideline for Good Regulatory Practice. Yang dimaksud Good Regulatory Practice (GRP) adalah proses, sistem, alat, dan metode yang diakui secara internasional meningkatkan kualitas regulasi. GRP bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan sesuai dengan tujuan dan akan memberikan apa yang ingin dicapai dalam hal tujuan kebijakan.

Dijelaskan bahwa prinsip GRP adalah bahwa setiap peraturan harus jelas dan efektif, mempunyai dasar hukum dan empiris yang kuat, dievaluasi efektivitasnya, konsisten dengan peraturan lain dan perjanjian bilateral, regional, dan internasional, tidak menjadi hambatan teknis, juga tidak diskriminatif.

Zakiyah menyebutkan, terkait dengan pelaksanaan penyusunan peraturan tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian, BSN telah menerbitkan peraturan terbaru yang merevisi peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan BSN No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara Wajib, dan Peraturan BSN No.8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyusunan Analisis Dampak Regulasi Dan Pelaksanaan Kewajiban Internasional.

“Dalam pemberlakuan SNI Wajib, BSN selaku Notification Body dan Enquiry point, BSN akan melakukan notifikasi rancangan regulasi teknis yang diberlakukan secara wajib oleh Kementerian/Lembaga. Ini merupakan bentuk dari Good Regulatory Practice (GRP) sehingga regulasi yang terkait dengan SNI dan Penilaian Kesesuaian bisa harmonis, selaras, dan sesuai dengan perjanjian internasional, khususnya Technical Barriers to Trade (TBT),”ujar Zakiyah.

Untuk memberlakukan SNI secara wajib, dilakukan melalui regulasi teknis yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga yang terkait. Direktur Sistem Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Konny Sagala menjelaskan, saat SNI diajukan untuk diberlakukan secara wajib, terlebih dahulu dilakukan analisis dampak resiko dan diajukan ke BSN untuk diajukan ke dalam Program Nasional Regulasi Teknis (PNRT). Tata cara dan tahapan analisis dampak regulasi teknis atau dalam internasional dikenal dengan Regulatory Impact Assessment (RIA) ini dijelaskan dan diatur dalam PBSN No. 8 Tahun 2020.

Kepala Pusat Standardisasi Industri Kementerian Perindustrian, Ni Nyoman Ambareny memaparkan, dalam setiap tahapan penyusunan regulasi teknis terkait pemberlakuan SNI secara wajib, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan, diantaranya ketika dalam tahap penyusunan peraturan, terkadang SNI yang ada tidak relevan dengan kondisi saat ini, hingga kurangnya pemahaman para pelaku usaha dalam proses sertifikasi. Setelah peraturan ditetapkan, ketidakmampuan pelaku usaha juga menjadi salah satu tantangan, baik secara biaya sertifikasi yang harus dikeluarkan, sistem manajemen, maupun produk yang dihasilkan sehingga banyak dari Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang membutuhkan bantuan dan bimbingan.

Setelah peraturan resmi berlaku, maka setiap barang SNI Wajib yang diatur tersebut perlu diawasi dalam peredarannya untuk menjamin setiap barang yang beredar sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan, Ojak Simon Manurung, pengawasan ini dilakukan oleh Pengawas Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan. Pengawasan dilakukan dengan pengambilan sampling melalui pembelian di pasar, kemudian produk diamati sesuai kriteria dan dilakukan pengujian produk SNI wajib di laboratorium terakreditasi KAN.

Apabila ditemukan bahwa barang yang beredar tersebut ternyata tidak sesuai SNI, maka dilakukan pengumpulan informasi dan keterangan dari pelaku usaha. Jika ternyata terbukti melanggar peraturan maka dilakukan penindakan sanksi, bisa berupa penarikan barang, pemusnahan barang, pencabutan izin usaha, hingga penyidikan lebih lanjut.

Kasi Harmonisasi Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kementerian Hukum dan HAM, Agung Prasetyo juga turut hadir sebagai pemateri yang menjelaskan mengenai bagaimana harmonisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat. Webinar yang diikuti oleh berbagai kalangan dari lingkungan pemerintahan, swasta, pelaku usaha, lembaga sertifikasi, dan masyarakat umum ini merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka Bulan Mutu Nasional. (tyo-humas)




­