Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Semangat UKM Baby Fynn Dalam Memproduksi Masker Berkualitas

  • Senin, 12 Oktober 2020
  • 2501 kali

 

Saat ini, masker dengan berbagai jenis banyak beredar di masyarakat. Namun, masker yang beredar belum tentu sudah memenuhi syarat kesehatan. Dikhawatirkan, orang memakai masker sudah merasa aman, padahal sebenarnya dalam keadaan berisiko. Untuk itu, Badan Standardisasi Nasional (BSN) menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain dengan tujuan untuk memberikan kepastian mutu masker dari kain.

 

Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu tipe A untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel. Dapat digolongkan Tipe A bila memenuhi persyaratan 3 (tiga) parameter: daya tembus udara, daya serap dan kadar formaldehida.

 

Persyaratan mutu yang tercantum dalam SNI 8914:2020 dapat diterapkan oleh semua pelaku usaha, bahkan bagi pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM). Salah satu contohnya adalah UKM Baby Fynn. UKM Baby Fynn telah melakukan uji laboratorium di Balai Besar Tekstil untuk masker 2 lapis dan 3 lapis yang diproduksi.

 

Owner UKM Baby Fynn, Irma Retnandalas menceritakan bahwa dalam memproduksi masker kain, ia berkonsultasi dengan BSN di Kantor Layanan Teknis BSN wilayah Jawa Barat. “Semenjak itu, BSN terus memberikan pendampingan pada kami hingga secara singkat masker kami diuji di Balai Besar Tekstil Kementerian Perindustrian,” ujar Irma di Bandung, Kamis (8/10/2020).

 

Irma menyatakan, selepas lulus uji lab, ia akan melanjutkan proses sertifikasi SNI. Walaupun SNI Masker dari kain bersifat sukarela, namun baginya sertifikasi SNI merupakan tanggung jawab moral sebagai produsen terhadap kualitas dan kemanan produk, apalagi dalam masa pandemic COVID-19 ini. Ia optimis dapat meraih SPPT SNI. DUkungan dari pemerintah, termasuk BSN, memperkuat rasa optimism tersebut.

 

Irma menuturkan, saat ini ia memproduksi 2 jenis masker, yaitu masker kain 2 lapis dan masker kain 3 lapis. “Masker kain 2 lapis menggunakan bahan kain kaos katun di kedua lapisannya. Masker 3 lapis menggunakan kain yang berbeda,” ujarnya. Bahan yang digunakan untuk masker 3 lapis terdiri atas bahan polyester water repellent untuk lapisan luar dan bahan kaos katun jenis combat 30 s untuk lapisan dalam. “Untuk lapisan dalam, kami menggunakan interliner bahan selulose, atau di pasaran disebut bahan vislin/bahan kodok dengan ketebalan sw 18,” terang Irma.

 

Hingga saat ini, Baby fynn telah memproduksi 850.000 masker. “Kami menawarkan produk kami ke lembaga pemerintah, bumn, maupun swasta dengan menunjukkan hasil uji kami. Alhamdulillah, responnya positif,” ucap Irma. Bahkan, kini UKM Baby fynn tengah mendapat pesanan dari lembaga pemerintah dan bumn sebanyak 315.000 masker. Hal tersebut menunjukkan bahwa jaminan akan kualitas dapat meningkatkan daya saing produk.

 

Dalam kesempatan terpisah, perumus SNI dalam anggota Komite Teknis 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil, Annerisa Midya mengemukakan, pada dasarnya masker kain menggunakan bahan yang umum digunakan oleh para produsen pakaian. “Dalam SNI 8419:2020 yang dipersyaratkan adalah masker terbuat dari kain tenun atau rajut, bukan bahan nonwoven dan tidak diperuntukkan untuk bayi,” ujarnya.

 

Pada umumnya, pertanyaan terbesar dari pelaku UMKM adalah harga pengujian. Ia menuturkan bahwa harga pengujian dipengaruhi oleh parameter pengujian. Ia menerangkan bahwa pengujian masker dari kain yang paling sederhana, yang terdiri dari 2 lapis kain dan berwarna putih seluruhnya, dapat diuji hanya dengan 3 parameter: daya tembus udara, daya serap dan kadar formaldehida. “Pengujian ini juga berdasarkan keterangan dari produsen. Bila produsen menambah warna, zat anti air, zat anti bakteri, tentu parameter yang diuji juga akan disesuaikan,” terangnya.

 

Ia pun memberikan beberapa tips kepada pelaku usaha, khususnya UMKM, agar lolos pengujian SNI masker kain. Pertama, membuat Masker dari kain yang terdiri dari minimal 2 (dua) lapis kain, dengan kain lapisan dalam yang terbuat dari serat alam atau memiliki daya serap tinggi. Kedua, membuat masker dari kain dengan lapisan dalam berwarna putih. Ketiga, mencuci terlebih dahulu kain yang akan dijahit. “Apabila tidak menggunakan zat anti bakteri maupun zat anti air, maka jangan pernah menulis/membohongi konsumen dengan informasi tersebut pada label, karena akan diuji saat proses sertifikasi,” pesannya. (ald-Humas)




­