Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Produk UKM makin sulit tembus pasar ekspor

  • Kamis, 09 Juli 2009
  • 2700 kali
Kliping berita :

JAKARTA: Produk makanan dan minuman yang dihasilkan dari sektor usaha kecil dan menengah (UKM) semakin sulit menembus pasar ekspor seiring dengan semakin ketatnya standardisasi yang diterapkan negara-negara maju.

Nilai ekspor produk makanan dan minuman selama 2008 mencapai US$2,99 miliar, termasuk produk UKM US$760 juta.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan mengatakan ada kecenderungan produk UKM semakin sulit menembus pasar ekspor dan akan digantikan produk dari perusahaan menengah dan besar.

"Sekarang cenderung produk makanan dan minuman UKM hanya mengisi pasar domestik, karena persyaratan semakin sulit, sehingga hanya perusahaan besar yang memiliki dana yang mampu bertahan," ujarnya kemarin.

Thomas menuturkan standar produk makanan dan minuman impor suatu negara terus meningkat seiring dengan berbagai isu penyakit seperti flu babi dan lainnya yang dijadikan hambatan nontarif.

Negara-negara maju seperti AS, Eropa, Australia, dan Jepang mulai menerapkan jejak telusur produk (trace ability) makanan dan minuman. Persyaratan itu membuat suatu produk akan ditelusuri dari sumbernya, bahan, proses, hingga menjadi produk akhir.

Selain itu, kampanye ramah lingkungan, lanjutnya, seperti antipenggunaan plastik telah menghambat produk UKM. "Orang luar negeri mulai takut kutu, sehingga harus dilakukan fumigasi. Kemasan dari kayu pun harus difumigasi terlebih dahulu. Nah, kalau industri UKM kan kesulitan untuk memenuhi ketentuan itu," ujarnya.

Thomas menambahkan ada mulai banyak importir yang membeli produknya langsung dari pabrik, bukan lagi melalui pedagang. Hal itu bertujuan agar produk yang diimpor benar-benar memenuhi standar yang berlaku di negaranya.

Produk UKM, katanya, perlu untuk diberdayakan agar mampu mengisi pasar domestik yang memiliki ketentuan standar lebih mudah dibandingkan dengan tujuan untuk diekspor.

Dia mengecewakan kerja sama perdagangan bebas yang telah ditandatangani seperti Asean-Australia dan Selandia Baru FTA dan IJ-EPA, karena hanya menurunkan hambatan tarif, tetapi tidak memasukkan hambatan nontarif seperti standar. "Saya kecewa, karena hanya menurunkan tarif bea masuk, tetapi hambatan standar tidak dibahas sama sekali. Tidak ada artinya, jika produk juga tidak dapat masuk."

Menurut dia, ekspor UKM sebagai bagian dari produk makanan dan minuman semester II/2009 diperkirakan belum membaik, karena standardisasi pasar yang ketat.

Oleh Sepudin Zuhri

Sumber :
Bisnis Indonesia
Selasa, 07 Juli 2009, hal. m3





­