Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pentingnya Forensik Digital Sesuai SNI ISO/IEC 17025:2017

  • Jumat, 12 Juni 2020
  • 7453 kali

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sejatinya memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan manusia. Terlepas dari segala keunggulan yang dimiliki, TIK rupanya dapat menimbulkan kerugian apabila penggunanya menyalahgunakan sarana dan prasarana terkait TIK, salah satunya adalah perbuatan melawan hukum. Untuk itu forensik digital hadir menawarkan solusi dari penyalahgunaan TIK.

Adapun, forensik digital adalah cabang dari ilmu forensik yang fokus pada identifikasi, akuisisi, memproses, menganalisis, dan melaporkan data yang tersimpan di komputer, perangkat digital, dan media penyimpanan digital lainnya. SNI ISO/IEC 17025:2017 merupakan persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Dalam rangka mensosialisasikan peran SNI ISO/IEC 17025:2017 dalam dunia forensik digital, BSN dan Komite Akreditasi Nasional (KAN), bekerjasama dengan Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI), menyelenggarakan web seminar (Webinar) SNI ISO/IEC 17025:2017 & Forensik Digital pada Kamis (11/06/2020).

Dalam pembukaannya, Kepala BSN sekaligus Ketua KAN, Kukuh S. Achmad menyampaikan bahwa kebutuhan pemastian kompetensi laboratorium, diantaranya laboratorium penguji yang masuk dalam lingkup forensik dan forensik digital saat ini sangat diperlukan. “Sebagaimana yang dikenal mengenai mekanisme akreditasi kepada laboratorium, yang pada intinya adalah memastikan kompetensi yang sudah memenuhi segala persyaratan dalam SNI ISO/IEC 17025:2017, baik secara personel, peralatan, maupun metodenya,” ungkap Kukuh.

Untuk memastikan konsistensi pengoperasian laboratorium tersebut, yang terpenting adalah akreditasi memastikan imparsialitas laboratorium, atau tidak berpihak kepada siapapun. “Jadi, kompetensi, konsistensi, dan imparsialitas dijabarkan dalam standar SNI ISO/IEC 17025:2017,” tegas Kukuh.

Sejak tahun 2014, KAN sudah mengakreditasi laboratorium forensik yang pertama yaitu Puslabfor Bareskrim Polri berdasarkan SNI ISO/IEC 17025. Menurut catatan hingga Mei 2020, sudah delapan (8) laboratorium yang terakreditasi, dan masih ada tiga (3) laboratorium dalam proses akreditasi. “Artinya, laboratorium penguji untuk forensik digital sangat diperlukan,” jelas Kukuh.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Sistem & Harmonisasi Akreditasi BSN, Donny Purnomo menyampaikan presentasi berjudul Persyaratan Kompetensi Laboratorium dan Pengakuan Global terhadap Hasil Uji dan Kalibrasi SNI ISO/IEC 17025. Donny memaparkan prinsisp-prinsip persyaratan dan penerapan serta pengakuan global hasil uji dan kalibrasi. “Sampai saat ini total lab uji profisiensi yang diakreditasi oleh KAN berjumlah 1.824, kemudian untuk lembaga sertifikasi berjumlah 441,” jelas Donny.

Untuk memahami lebih lanjut apa itu forensik, Ketua AFDI, Izazi Mubarok dalam webinar memaparkan gambaran tentang forensik digital dan korelasinya dengan standar dari ISO. “Menyederhanakan dari alur forensik digital, berawal dari digital era adalah era dimana siapapun memggunakan teknologi digital. Secara personal atau organisasi menggunakan teknologi baik dalam bentuk gadget maupun perangkat lainnya,” jelas Izazi.

Aksi-aksi jahat pun kini menggunakan teknologi. Tidak dapat dipungkiri, penggunaan teknologi akan meningkat. Penggunaan teknologi pun menimbulkan satu sisi negatif atau disadvantage dalam bentuk kejahatan-kejahatan digital. Kejahatan-kejahatan teknologi untuk tujuan finansial, politik, dan lain-lain dinamakan cyber crime. Di dalamnya, terdapat banyak terminologi seperti computer crime yang terdapat aktivitas-aktivitas cracking yang aksesnya tidak terautorisasi. Semua kejahatan yang menggunakan komputer sebagai alat bantu dikenal sebagai computer assisted crime. Segala kejahatan digital meninggalkan jejak yang terperangkap dalam perangkat. “Jejak-jejak digital tersebut menjadi sebuah evidence atau bukti, yang pembuktiannya harus dengan cara yang proper yaitu melalui forensik digital itu sendiri yang terdiri dari prosedur dan metode-metode ilmiah,” jelas Izazi. 

Untuk melakukan forensik digital yang kuat diperlukan pemahaman prinsip forensik digital dan praktek-prakteknya yang berlaku secara internasional. “AFDI akan melakukan berbagai upaya dalam rangka pengembangan forensik digital di Indonesia, seperti edukasi dan sosiaslisasi tentang forensik digital ke berbagai kalangan dan kolaborasi dengan berbagai institusi, termasuk kedepannya ikut serta untuk pengembangan standar forensik digital yang berlaku secara nasional bersama BSN dan KAN,” tutup Izazi. 

Sementara itu,  Pemeriksa Forensik Utama Puslabfor Bareskrim Polri, M. Nuh Al-Azhar dalam webinar turut memberikan tips mengenai bagaimana mempersiapkan akreditasi laboratorium forensik digital. “Puslabfor adalah satu-satunya lembaga di Indonesia yang memiliki 15 lab forensik, salah satunya adalah computer forensic lab, yang sudah dimulai sejak tahun 2000 dan terus berkembang,” jelas Nuh.

Nuh menjelaskan, tahun 2014 computer forensic lab Puslabfor Bareskrim Polri terakreditasi SNI ISO 17025. Protokol forensik digital akan kuat selama memenuhi 4 hal yaitu manusianya dengan kompetensi yang jelas melalui sertifikasi yang dimiliki, termasuk dari sisi akademik; pengalaman; sertifikasi profesional. Kedua adalah tools, banyak tools dari sisi Linux, Mac, Mobile, dan lain-lain. Yang ketiga adalah metode uji atau standard operational procedure, yang keempat adalah laboratorium yang seharusnya terakreditasi. Akreditasi menunjukkan bukti pengakuan dunia internasional lewat KAN, bahwasanya lab tersebut sudah memenuhi kualifikasi.

Webinar yang dimoderatori oleh perwakilan dari Universitas Islam Indonesia, Yudi Prayudi ini memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan dari para peserta kepada narasumber. Tercatat peserta yang berpartisipasi melalui Zoom sebanyak 155 peserta, selain itu platform YouTube KAN turut menyiarkan kegiatan ini. (PjA – Humas).

 




­