Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Mutu Karet Sadapan Petani Masih Rendah

  • Senin, 27 April 2009
  • 3690 kali
Kliping Berita :

Kualitas bahan baku karet Indonesia masih kalah dari negara lain. Kata pengusaha, itu lantaran petani karet belum sadar tentang ketentuan mutu karet olah. Akibatnya, produsen pengolah mengaku harus mengeluarkan biaya tambahan hingga 25%. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), kata Direktur Eksekutifnya Suharto Honggokusumo, berharap pemerintah ikut mengontrol petani.

Misalnya, petani kerap mencampur getah karet dengan daun, ranting, dan batu hingga menggumpal. Tujuannya agar pada saat penimbangan getah karet seolah lebih berat.
Mencari selisih dengan cara ini, papar Suharto, sebenarnya percuma. Sebab, petani tak sadar bahwa karet yang mereka jual ke pengolah dihitung bukan berdasarkan berat, melainkan kadar karetnya.
Di pintu pabrik, karet dari petani dengan kadar 100% per kilogram menggunakan harga 85% dari harga FOB. Jadi, kalau kadar karet dari petani ternyata hanya 40-45%, maka sudah pasti petani menerima harga lebih rendah.

Dalam hal ini, Pemerintah sebetulnya sudah menerbitkan aturan main. Antara lain, SK Menperindag No. 616/1999 tentang Pengawasan Mutu secara Wajib SNI Crumb Rubber, dan UU No. 18/2004 yang secara mengatur pengendalian mutu hasil perkebunan.

Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Agro dan Kimia Depperin, Tony Tanduk menjelaskan, jika melalui proses yang baik maka bahan karet olahan Indonesia dapat meningkat hingga tiga kali lipat. Pemerintah pun sudah berkali-kali meminta produsen mengubah perilakunya. “Masalahnya pada standar kualitas. Karena dari industri menengah kualitasnya tidak sesuai, biasanya produsen lebih suka mengambil di pemasok,” ujar Tony.

Nurmayati
Sumber : Kontan,
Sabtu, 25 April 2009