Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Opsi Kenaikan Harga Didalami

  • Jumat, 20 Januari 2012
  • 1094 kali
Kliping Berita   

JAKARTA– Opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai dihitung untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan tiga opsi kenaikan harga BBM bersubsidi secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian, dan satu opsi kenaikan secara langsung.

Opsi pertama, kenaikan harga premium untuk mobil pribadi dilakukan setiap tahun,mulai 1 April 2012 menjadi Rp6.000 per liter, tahun 2013 menjadi Rp7.000 per liter, dan tahun 2014 sekitar Rp8.000 per liter. “Opsi pertama perhitungan ini sudah disampaikan ke DPR,” ungkap Widjajono di Jakarta kemarin.

Kedua, kenaikan harga premium untuk mobil pribadi sebesar 5% setiap bulan. Perhitungan Kementerian ESDM, dalam 18 bulan harga BBM bersubsidi jenis premium, akan menjadi Rp8.100 per liter. Dia mengambil contoh,Inggris pernah menerapkan opsi serupa saat melakukan penyesuaian tarif listrik.

Ketiga, tidak menutup kemungkinan menaikkan harga BBM bersubsidi langsung ke harga pasar,yakni sekitar Rp8.200 per liter,yang dihitung dari biaya pengadaan premium ditambah dengan alfa dan pajak sebesar 15%.Saat ini biaya premium adalah sekitar Rp6.500 per liter, sementara margin bagi PT Pertamina (Persero) sebesar Rp700 per liter,serta pajak Rp1.000 per liter.“Untuk Jakarta terlebih dahulu lalu disusul daerah-daerah lain hingga akhir 2014,” jelasnya.

Keempat, menaikkan harga premium hingga mencapai Rp6.500 dengan pajak ditanggung pemerintah.Pada 1 April 2013 menaikkan harga premium hingga Rp7.200 per liter dan 1 April 2014 harga premium sebesar Rp8.200 per liter. Perhitungan ini sudah termasuk beban pajak. Sementara itu, belum jelasnya teknis pelaksanaan dan kesiapan infrastruktur untuk menunjang kebijakan pembatasan BBM bersubsidi memunculkan dorongan agar waktu pelaksanaan diundur.

“Prinsipnya, pembatasan konsumsi premium tidak dapat dipaksakan tanpa memberikan alternatif bahan bakar gas yang setara, terjangkau, aman dan layak di seluruh Indonesia,” tegas pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada Anggito Abimanyu melalui paparan yang diterima SINDO kemarin. Dia melihat, pengaturan kembali jadwal pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi merupakan langkah yang bijak jika melihat kondisi saat ini.

Opsi yang ditawarkan pemerintah yakni peralihan dari BBM bersubsidi jenis premium ke pertamax atau peralihan dari BBM ke BBG dinilai belum sepenuhnya siap.Terlebih, akhirakhir ini muncul wacana untuk mempertimbangkan opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Menurutnya, opsi kenaikan BBM bersubsidi Rp500 per liter, perlu dipertimbangkan dengan sistem cashback.

“Penjadwalan ulang diperlukan untuk mengakomodasi perluasan opsi,”katanya. Pengaturan ulang jadwal pelaksanaan pembatasan BBM juga bisa mengakomodasi pengembangan BBG agar terjangkau masyarakat. Pada prinsipnya,Kebijakan energi alternatif BBG merupakan langkah yang tepat,mengingat produksi gas dalam negeri memadai dan BBG relatif aman serta lebih murah sekaligus ramah lingkungan.

Masalah teknis pengadaan alternatif BBG adalah belum adanya kepastian pasokan gas dalam negeri,belum adanya sosialisasi keamanan BBG, dan belum adanya kesepakatan dari ATPM mengenai garansi mobil. Sedangkan untuk pengadaan konverter memakan waktu lama dan membutuhkan standardisasi seperti SNI atau ISO. Kesiapan infrastruktur semisal jumlah SPBG juga masih sangat minim dan terkonsentrasi di Jakarta.

Sedangkan untuk masalah sosial-ekonomi, peralihan dari BBM bersubsidi jenis premium ke pertamax berpotensi menimbulkan migrasi pengguna mobil premium ke solar atau ke sepeda motor.Mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu ini menilai, pelaksanaan pengalihan ini juga harus dilakukan serentak di Pulau Jawa dan Bali untuk mengurangi kemungkinan penyelewengan.

Pengalihan premium ke pertamax ini perlu mempertimbangkan konversi pelat hitam kendaraankhususmilikUKMke pelat kuning dan proses perubahan yang mudah dan sederhana. Sebab, jika kebijakan ini ditetapkan untuk setiap kendaraan pribadi,beban biaya BBM akan dirasakan oleh 52 juta UMKM yang sebagian besar menggunakan kendaraan berpelat hitam dengan bahan bakar premium.

“Pemerintah dapat melaksanakan mengalihkan premium ke pertamax setelah pengalihan pelat UKM selesai atau perluasan infrastruktur BBG berjalan,”katanya. wisnoe moerti

Sumber : Seputar Indonesia, Jumat 20 Januari 2012, Hal. 19.