Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Ekspor ke China Bakal Terganggu

  • Kamis, 19 Januari 2012
  • 918 kali
Kliping Berita

Krisis Eropa / Amerika Latin Juga Incar Asia

Turunnya ekspor China ke Eropa bakal menurunkan ekspor Indonesia, terutama bahan baku, setengah jadi, dan terutama batu bara. Kapasitas serapan industri China menurun sehingga ekspor kita ke sana juga terganggu.

JAKARTA - Koordinator Tim Kajian Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, mengatakan dampak susutnya ekspor China akibat perlambatan ekonomi di zona Euro bakal merembet ke Indonesia. Soalnya, porsi ekspor China ke Eropa terhitung signifikan yaitu sebesar 16 persen dari keseluruhan kegiatan perdagangannya.

Akibat itu pula terdapat dua efek negatif yang bakal terjadi pada Indonesia. Pertama, China bakal mencari pasar alternatif termasuk ke Indonesia karena kita memiliki populasi tinggi dengan pertumbuhan kelas menengah serta daya beli yang menguat.

"Sedangkan kedua, turunnya ekspor China ke Eropa bakal menurunkan ekspor Indonesia terutama bahan baku, setengah jadi dan terutama batu bara. Kapasitas serapan indusri China menurun sehingga ekspor kita ke sana juga terganggu," kata Latif di Jakarta, Rabu (18/1).

Sebelumnya, Ekonom Indef Didik J Rachbini, mengemukakan melemahnya perekonomian Eropa membuat Indonesia menjadi sasaran tujuan impor, terutama dari China, yang selama ini sudah mulai mendominasi pasar Indonesia. "Impor barang China memang sulit dibendung," papar dia (Koran Jakarta, 18/1).

Menurut Latif, Indonesia masih bisa berkelit dari posisi sulit ini meski hambatan juga datang dari dalam negeri. Strategi Indonesia terdiri dari jangka pendek dan panjang. "Dalam jangka pendek kita bisa menggunakan strategi non tarif barrier seperti SNI dan aturan kemasan berbahasa Indonesia," katanya.

Selain itu, pemerintah harus berani konsisten menerapkan Inpres No 2 tahun 2007 agar BUMN dan lembaga pemerintah membelanjakan minimal 10 persen dari anggaran untuk membeli produk dalam negeri. Sementara, dalam jangka panjang, pemerintah mau tidak mau meningkatkan daya saing produksi untuk menandingi produk impor. Selain memangkas ekonomi biaya tinggi dari birokrasi dan perizinan.

Mengincar Asia

Sementara itu, Ketua Yayasan Agro Ekonomika, Noer Sutrisno, mengutarakan, sudah sejak jauh-jauh hari kalangan usaha dan ahli ekonomi memperingatkan dampak krisis Eropa terhadap perekonomian nasional. Namun pemerintah justru hanya banyak menjaga sektor keuangan yang tak terkait langsung dengan sektor riil daripada menjaga mikro ekonomi.

"Padahal kita semua tahu nilai perdagangan Eropa dan Amerika sebesar 30 triliun dollar AS yang melambat gara-gara krisis butuh penampungan baru. Tak hanya China, tapi Amerika Latin juga mengincar Asia termasuk Indonesia," kata Noer.

Noer mengingatkan tentang potensi besar pasar Asia Pasifik yang saat ini paling hidup di antara pasar lainnya. Indonesia yang memiliki potensi besar justru tak segera berbenah untuk menguasai pasar dalam negeri apalagi menjadi pemenang di luar. Di saat yang sama, China menjadi negara yang paling giat untuk mencari pasar baru dengan meluncurkan berbagai instrument seperti tawaran hutang dan obral barang dengan harga yang sangat murah.

Noer menunjuk lemahnya pemerintah dalam menyiapkan penguatan industri dalam negeri.Sentuhan pengembangan teknologi, kemudahan jalur permodalan, fasiltas yang menjangkau lebih banyak, system promosi dan perlindungan penggunaan domestic, dicontohkan Noer sebagai hal yang sampai saat ini masih diabaikan pemerintah.

"Tujuannya kan sebenarnya jelas yakni bagaimana memanfaatkan permintaan domestic dengan sebanyak mungkin diisi produk sendiri. Kita semua harus mendorong potensi domestik yang sedang tumbuh pesat ini," tambahnya.

Di sektor pertanian, Noer meilhat sistem yang tak berkembang sama sekali sehingga berpotensi menjadi paling rentan menghadapi gempuran impor. Peran industri yang melayani masyarakat kecil, petani, sama sekali belum bergerak.

"Persiapan mikro, produk yang spesifik dan detil yang hanya bisa ditunjang oleh sistem industri yang rigid, ini yang kita masih sangat lemah," tandasnya. YK/nig/AR-2

Sumber : KoranJakarta.com, Kamis 19 Januari 2012.
Link : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/81216




­