Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Batas Atas Defisit Perdagangan dengan China US$ 2 Miliar

  • Kamis, 09 Juni 2011
  • 1065 kali
Kliping Berita

JAKARTA. Kementerian Perdagangan bersama tim teknis ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) akan membahas penentuan ambang batas defisit perdagangan alias deficit threshold  kedua negara. Jika salah satu negara telah melampaui batas atas itu, maka ia wajib melakukan sesuatu guna menyeimbangkan kembali perdagangan.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia akan mendiskusikan deficit threshold dengan China dalam pertemuan Joint commission pada Juni atau Juli 2011. Indonesia akan mengajukan deficit  threshold sebesar US$ 2 miliar.

Namun, kata Mari, yang terpenting bukanlah masalah angka melainkan bagaimana tren perdagangan kedua negara. “Kalau  ada tren perdagangan yang mengkhawatirkan, itu nanti yang akan dibicarakan lebih lanjut,” ucapnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China pada 2009 mencapai US$ 4,6 miliar. Setahun setelah ACFTA berlaku penuh, defisit meningkat menjadi US$ 5,6 miliar. Sedangkan pada kuartal I-2011, defisit neraca perdagangan dengan China telah mencapai US$ 1,65 miliar.

Deputi Menko Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan, berdasarkan kesepakatan pertemuan Joint commission di Yogyakarta 3 April lalu, Indonesia dan China sepakat saling menyeimbangkan perdagangan.

Nah, salah satu langkah yang akan dilakukan guna mencapai perdagangan yang seimbang adalah membatasi nilai defisit perdagangan. Jadi, jika salah satu negara telah mengalami defisit hingga melebihi angka yang disepakati, negara itu wajib menjalankan berbagai upaya untuk mengatasinya.

Edy mencontohkan upaya itu, antara lain melakukan kompensasi peningkatan impor atau menahan secara sukarela ekspor mereka. Cara lain yang dapat dilakukan ialah memberikan bantuan peningkatan daya saing bagi produk tertentu di negara yang mengalami defisit neraca perdagangan.

Bahas standar barang


Pertemuan Joint commission takkan melulu membahas batas atas defisit. Menurut Mari, pertemuan itu membicarakan bagaimana kedua pihak saling memahami perihal ketentuan dan standar barang-barang yang masuk ke dua negara. “Kami akan bahas apa yang menjadi concern kami, China juga akan bahas apa yang concern mereka. Kita harus melihatnya dalam konteks itu,” lanjut Mari.

Ia menambahkan, yang paling utama bagi Indonesia dalam pertemuan Joint commission tersebut sebenarnya adalah menyikapi ekspor produk China ke Indonesia yang tidak memenuhi syarat. Demikian pula dengan ekspor Indonesia ke China. “Mana saja yang tidak memenuhi syarat itu yang akan dibahas,” uangkapnya.

Saat ini, China sedang giat-giatnya melakukan pengamanan terhadap produk makanan yang masuk ke negaranya (food savety). Sementara Indonesia, tambah Mari, juga sedang sibuk membenahi prosedur pelabelan (labelling) dan standardisasi produk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Kalau kita ekspor ke China, misalnya, kita juga harus mencantumkan bahasa China. Kadang kita tidak paham peraturan itu, jadi pembahasan nanti lebih kesitu,” ujarnya.

Sumber : Kontan, Kamis 09 Juni 2011. Hal. 2




­