Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

SNI Wajib Dinilai Dilematis

  • Rabu, 01 Juni 2011
  • 1243 kali
Kliping Berita

JAKARTA- Beberapa sektor industri nasional disinyalir masih enggan untuk menerapkan standar nasional Indonesia (SNI) meski telah diwajibkan oleh pemerintah.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Arryanto Sagala mengatakan,pada prinsipnya penetapan SNI mengharuskan produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri dan juga produkproduk impor mematuhi standar tertentu. Hal itu merupakan bagian dari perlindungan terhadap konsumen, selain perlindungan terhadap industri nasional.

“Namun, kenyataannya sebagian besar industri nasional masih merupakan industri skala menengah dan kecil.Kondisi tersebut menjadikan pemerintah dalam posisi dilematis terkait dengan dampak penerapan SNI tersebut terhadap kinerja industri,” tuturnya di Jakarta kemarin. Dilema itu muncul karena sering kali SNI wajib menyebabkan adanya tambahan biaya pada industri. Dia mencontohkan, di industri tekstil ada ketentuan penggunaan benang kuat yang harganya mahal.Tetapi, di pasaran juga tersedia benang yang harganya lebih murah dengan kualitas lebih rendah. “Nah, pasti yang akan dipilih adalah yang lebih murah,” kata Arryanto.

Dia mengaku, pemerintah mengalami kesulitan untuk mendorong sektor industri nasional menerapkan SNI yang bersifat sukarela.Sebab,untuk yang wajib pun saat ini masih banyak industri yang mengelak untuk menerapkannya. “Seperti baja, kan sekarang masih marak soal baja ‘banci’,” tuturnya. Maka dari itu,menurutnya, pemerintah akan memperbaiki persyaratan penerapan SNI.Arryanto mencontohkan, untuk sektor tekstil hanya akan dibatasi mengenai masalah perlindungan konsumen terhadap bahan berbahaya. “Seperti pembatasan kadar formaldehida (formalin) pada tekstil untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan,” paparnya.

Selain itu, penetapan kategori wajib pun ke depan akan memperhatikan permintaan pihak-pihak terkait. Dia mencontohkan, penetapan SNI wajib untuk pipa tanpa sambungan (seamless pipe) yang banyak digunakan untuk operasi migas bisa diusulkan apabila ada permintaan dari pasar. “Kami bisa merespons apabila ada usulan dari direktorat pembina dan pasar menghendaki, apalagi sudah ada SNInya dan tinggal ditingkatkan menjadi wajib,”ujarnya. Terkait dengan itu, produsen pipa nasional sebelumnya telah meminta pemerintah mengambil kebijakan tersebut. Presiden Direktur Tenaris SPIJ Lucio Costarrosa mengatakan, produk pipa tanpa sambungan nasional menghadapi situasi sulit sejak implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).

Pasalnya, pipa sejenis asal China semakin membanjiri pasar domestik. Industri pipa nasional dirugikan dengan munculnya kompetisi tidak adil dari China di mana produk dari Negeri Panda itu dijual dengan harga murah karena memiliki kualitas lebih rendah. “Tentu saja ini memberikan pengaruh negatif yang sangat besar bagi industri nasional. Maka dari itu, kita sangat membutuhkan perlindungan dari pemerintah,”kata Lucio. Arryanto mengatakan, pemerintah terus menambah jumlah SNI wajib,di mana saat ini telah mencapai 73 SNI,atau bertambah lima SNI dari Maret 2011. Penambahan tersebut berasal dari produk berbasis logam.

Kemenperin juga telah mengusulkan 21 SNI wajib lainnya untuk beberapa industri. Jumlah SNI sektor industri yang sudah diterapkan pemerintah baik yang bersifat sukarela maupun wajib kini mencapai 3.969 SNI. Itu diterapkan terhadap enam kelompok industri,yaitu industri padat karya sebanyak 433 SNI, industri kecil menengah 189 SNI, industri barang modal 693 SNI,industri berbasis sumber daya alam 843 SNI, industri pertumbuhan tinggi 358 sandra karinaSNI,dan industri prioritas khusus 146 SNI.  

Sumber : Seputar Indonesia, Rabu 01 Juni 2011. Hal. 19