Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Ribuan Ton Bubuk Cokelat yang Beredar Diduga Palsu

  • Jumat, 03 Juni 2011
  • 1641 kali
Kliping Berita

TEMPO Interaktif, Jakarta - Asosiasi Industri Kakao Indonesia memperkirakan 5.000 ton bubuk cokelat yang dikonsumsi dalam negeri palsu. "Perkiraan kami, peredaran bubuk kakao palsu itu 12 persen dari total konsumsi dalam negeri, yaitu 5.000 ton per tahun," kata Ketua Asosiasi Industri Kakao Indonesia Piter Jasman di Jakarta, Jumat, 3 Juni 2011.

Saat ini total konsumsi bubuk kakao sebesar 40 ribu ton per tahun. Peredaran bubuk kakao palsu tetap marak meski pemerintah sudah mengeluarkan SNI wajib bubuk kakao sejak 2009. "Bedanya dulu bubuk kakao palsu terang-terangan beredar di pasar, bahkan di kota besar. Saat ini sembunyi-sembunyi, lebih banyak beredar di kota kecil dan pinggiran," katanya.

Untuk pemasaran, produsen bubuk cokelat palsu biasanya langsung memasok ke industri makanan dan minuman. "Kami berharap GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia) mewaspadainya dan hanya membeli produk bubuk cokelat yang telah sesuai dengan SNI," katanya.

Piter berharap Kementerian Perdagangan serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memperketat peredaran bubuk kakao palsu. Begitu pula dengan Kementerian Perindustrian. Maraknya peredaran bubuk kakao palsu dikhawatirkan memperburuk citra kakao dalam negeri, sehingga mempengaruhi ekspor.

Apalagi saat ini industri kakao terus berkembang. Saat ini kapasitas terpakai industri pengolahan kakao Indonesia mencapai 280 ribu ton per tahun. Sebagian besar diekspor dan sekitar 40 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala berjanji akan menindak tegas produsen bubuk kakao palsu. Bubuk cokelat ini dibuat dari kulit biji tanaman itu.

"Jika kami temukan ada industri dalam negeri yang melakukannya, akan kami beri sanksi," katanya. Sanksinya dari penghentian produksi untuk pembinaan selama enam bulan hingga pencabutan izin jika perusahaan itu tetap membandel.

Badan Pengawas Obat dan Makanan menyatakan akan meneliti peredaran bubuk kakao palsu yang tak sesuai dengan standar. Lembaga ini akan berkoordinasi dengan Asosiasi Industri Kakao Indonesia serta Kementerian Perindustrian. "Kami akan kaji sejauh mana keamanannya bila dikonsumsi konsumen," kata Deputi Keamanan Pangan BPOM, Roy Sparringa.

Sumber : Tempo Interaktif.com, Jumat 03 Juni 2011
Link : http://tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/06/03/brk,20110603-338525,id.html




­