Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Pakai National Differences

  • Jumat, 27 Mei 2011
  • 1941 kali
Bambang Setiadi
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN)

Kliping Berita
Dalam forum dengan media beberapa waktu lalu, Bambang Setiadi, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), mengatakan saat ini Indonesia, melalui BSN, menjadi ketua International Organization for Standardization Development Country (ISO-Devco). Lewat forum ini, Indonesia mendapat masukan agar membuat standardisasi yang belum pernah dibuat oleh negara lain, karena Indonesia kaya akan sumber daya alam. Guna memperoleh keterangan lebih jauh soal ini, Dina Karina Septyani dari Warta Ekonomi mewawancarai Bambang Setiadi di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (28/4). Bambang juga menjelaskan strategi BSN menghadapi ACFTA dengan national differences. Berikut petikannya.

Sebelumnya BSN menentukan 11 sektor prioritas produk paling terpengaruh ACFTA, berdasarkan apa?
Itu berdasarkan nilai ekspor-impor yang di atas Rp. 100 miliar. Setelah mendapatkan 11 sektor prioritas itu, kami identifikasi jumlah SNI-nya. Setelah teridentifikasi dan dilakukan kajian, kami tindak lanjuti. Kami lihat kemungkinannya apakah sektor itu bisa dimasukkan klausul national differences.

Apa itu national differences?
National Differences yaitu standardisasi dengan menggunakan persyaratan apa yang kami punya, tetapi negara lain tidak punya. Ini tindak lanjut dari forum ISO-Devco. Kami mendapat masukan agar tetap melakukan berbagai riset untuk pengembangan standar yang spesifik dan tidak ada standar Internasionalnya, mengingat Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang memungkinkan menyusun spesifik standar produk. Contohnya adalah peluang untuk membuat standardisasi kulit kelapa sawit yang bisa diolah menjadi pembangkit listrik.

Selain kulit kelapa sawit?

Ada ban, terigu. Lainnya masih dalam proses pengkajian.

Seberapa signifikan penerapan national differences ini?
Kami bisa mengatur negara lain yang mau membawa produknya ke Indonesia. Ini juga bisa memberikan kekuatan tambahan untuk pengusaha lokal, agar bisa menguasai pasar domestik. Dalam waktu dekat, BSN juga akan bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang (LKPP), yang mengatur pengadaan barang pemerintah. BSN dengan LKPP bisa menyusun juklak atau membuat aturan bersama, agar nanti anggaran pemerintah harus digunakan untuk membeli barang-barang yang ber-SNI.

Kami juga selalu mengikuti standar internasional. Seperti ketika membuat tabung gas, kami kan belum punya standarnya. Makanya, ketika membuat selang, standarnya dari negara A, tabungnya dari negara B. Lalu dibahas oleh panitia teknis, sehingga keluar SNI-nya. Dengan begitu, seluruh dunia akan mengikuti SNI kalau tabung gasnya mau masuk ke Indonesia.

Contohnya juga seperti mi instan buatan Indonesia. Kita bisa buat pabrik di mana-mana karena standarnya sudah sesuai dengan standar internasional.

Sejauh mana kesiapan BSN menghadapi protes dari pengusaha luar jika menerapkan national differences ?
Kalau untuk terigu, posisi kita kuat, karena pasar kita kan besar dan terigu sudah dikonsumsi hingga pedesaan. Mereka tidak akan kehilangan prospek itu.

Seberapa kuat posisi kita di mata internasional ?

Kita cukup diperhitungkan. Contohnya dengan terpilihnya Indonesia menjadi ketua ISO-Devco yang anggotanya 165 negara. Lalu dalam sidang umum mengenai standardisasi di New Delhi tanggal 19-23 September 2011 nanti, akan dibahas mengenai aturan internasional ketika terjadi regionalisasi standar. Pembicaranya dari WTO.

Itu usulan dari Indonesia karena kita sedang menghadapi ACFTA. Dari sekian banyak usulan, hanya tiga yang akan dibahas dan usulan dari Indonesia salah satunya. Itu kan berarti suara kita di dengar.

Sumber : Majalah Warta Ekonomi, No. 10/XXIII/21-30 Mei 2011. Hal. 64  




­