Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Proteksi Lewat SNI Wajib

  • Senin, 02 Mei 2011
  • 1049 kali
Kliping Berita
Arif Safari (Pakar Sertifikasi Mutu Produk)

Sulit bagi Indonesia menunda tari bea masuk (BM) impor dari China, karena itu agenda ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Jika Indonesia menunda penurunan BM suatu produk asal China, produk itu tetap masuk melalui negara lain dengan tarif yang rendah.

Kenapa? Karena produk tersebut masuk ke negara ASEAN yang lain dengan tarif yang rendah. Kemudian produk itu masuk ke Indonesia dengan tarif rendah. Jadi sama saja. Ini yang menyulitkan pemerintah meminta penundaan penurunan BM. Selain itu, jika Indonesia menunda penurunan tarif BM, China juga akan meminta hal yang sama.

Pilihan untuk melindungi produk dalam negeri ialah melalui mutu produk, jaminan keselamatan dan kesehatan konsumen. Cara ini diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan wajib SNI, produk yang beredar akan bermutu. Tapi sayang, pemerintah gamang menerapkan SNI, bahkan terkesan terlambat. Setelah ACFTA, baru 5% daftar SNI yang baru dinyatakan wajib.

Memang SNI wajib ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi membatasi produk impor karena standar produk impor harus memenuhi kriteria SNI. Di sisi lain ada keberatan dari produk lokal yang belum bisa memenuhinya. Tetapi saya berpendapat, terapkan dulu wajib SNI. Jika industri mengeluh, Kementerian teknis yang harus bisa membinanya.

Apabila wajib SNI sudah berlaku, harus ada pengawasan yang ketat. Pengawasan selama ini belum maksimal. Saya melihat, Kementerian Perdagangan sudah memiliki kemauan, namun selalu terkendala budget. Walhasil, penerapan wajib SNI makin sulit diawasi.

Banyak produsen yang malas mengurus SNI karena harus melewati lembaga sertifikasi dan harus siap diaudit, termasuk audit terhadap proses produksi di pabrik. Selama ini, kebanyakan perusahaan multi-nasional yang justru sadar mengurus SNI.

Sumber : Kontan, Senin 2 Mei 2011. Hal 1




­