Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

220 ton kawat tertahan di pelabuhan

  • Kamis, 28 April 2011
  • 1276 kali
Kliping Berita

JAKARTA. Lebih dari 220 ton kawat beton impor jenis presstress concrete strand wire atau PC strand asal China dan Taiwan tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sejak Selasa (12/4) lalu. Penyebabnya, Bea Cukai dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) serta Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) masih beradu tafsir soal bea masuknya.

"Bea cukai ingin kawat impor PC strand dikenakan tarif bea masuk, padahal menurut kami semestinya tidak," kata Djoko Mulyono Sekjen KPPI kepada KONTAN kemarin.

Kawat beton tersebut diimpor oleh PT Wire & Wire Prima Internasional dan PT Pacific Prestress Indonesia (PPI). Kawat tersebut ditujukan untuk proyek-proyek infrastruktur, termasuk gedung di sejumlah daerah. Karena itu, bila tidak cepat diselesaikan, kata Djoko, masalah tersebut bisa berdampak pada kegiatan proyek-proyek tersebut.

Menurut Djoko, Bea Cukai mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 54 tahun 2011 tentang Tindakan Pengamanan produk Impor Tali Kawat Baja (steel wire ropes). Kawat impor itu dianggap sejenis steel wire ropes dengan nomor HS atau HS number 312.10.90.00. Padahal menurut Djoko itu berbeda. "PC strand bukan satu HS dengan wire ropes. Soalnya, fungsinya berbeda. PC strand untuk konstruksi sedangkan wire roops untuk menarik benda," ujarnya.

Menurut sumber KONTAN yang enggan disebut namanya, para importir yang mendatangkan kawat beton tersebut ke Indonesia sempat bersitegang dengan Bea Cukai. Importir tersebut pun langsung melayangkan surat kepada Kemenperin pada Rabu (20/4) lalu.

I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Industri Material dasar Logam, Kementerian Perindustrian mengatakan, dia telah menerima surat keluhan importir tersebut. Namun Putu tidak menyalahkan Bea Cukai. "Memang dalam PMK tidak dijelaskan secara rinci, walaupun sebelum PMK terbit sudah ada pemahaman bersama," kata Putu.

Besar BM Rp 5,2 miliar

Kamis lalu (21/4), Putu membalas surat para importir. Inti surat Putu yang juga diperoleh KONTAN menjelaskan, HS number kawat memang ada kesamaan. Namun punya nomor SNI yang berbeda. SNI wire ropes menggunakan nomor SNI 0076:2008 dan SNI 0727:2008. Sedang PC strand ber-SNI 1154:2011. "Tapi Bea Cukai masih ragu-ragu dan ingin pembuktian lewat uji laboratorium," tambah Djoko.

Keputusan atas masalah tersebut memang punya dampak besar. Soalnya, jika tarif BM dalam PMK 54 ditetapkan sebesar Rp 24.080 per kg, maka BM yang harus dibayar importir untuk kawat 220 ton itu Rp 5,2 miliar. Padahal harga kawat PC strand di pasaran hanya Rp 8.500 per kg, sehingga nilai barang tersebut hanya Rp 1,8 miliar. Jika tidak dikenakan BM, maka importir hanya mengeluarkan biaya Rp 1,8 miliar tersebut.

Dwi Sudaryono, Direktur PT Wire & Wire Prima Internasional, enggan berkomentar banyak mengenai masalah tersebut. Ia mengatakan, perusahaannya menyerahkan urusan penahanan besi beton itu kepada pemerintah. "Saya tidak mau komentar dulu," elaknya.

Sementara Djoko mengatakan, persoalan ini sudah dibahas dalam rapat pleno antara Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, Bea Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Sumber : Kontan, Kamis 28 April 2011. Hal. 13




­