Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Anggito Meragukan Negosiasi Ulang AFCTA

  • Rabu, 27 April 2011
  • 1061 kali
Kliping Berita

JAKARTA. Niat pemerintah menegosiasi ulang ASEAN China Free Trade Agreement ( ACFTA) bukan perkara mudah,bahkan akan menyulitkan Indonesia. Karena itu,negosiasi ulang itu harusnya bukan menjadi solusi menghadapi ACFTA.“Pejabat Indonesia tidak ahli negosiasi,jadi saya tidak yakin kita bisa renegosiasi,” kata Anggito Abi manyu, pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM), selasa(26/4)

Disamping itu,negosiasi tidak mudah karena Indonesia harus mengajukan bukti adanya bukti injury terhadap industri dalam negeri. “Negosiasi juga bukan dengan China saja tetapi dengan ASEAN,:jelasnya.

Ia menambahkan,menilai ACFTA dengan berfokus pada perdagangan Indonesia-China akan “sulit sekali mengatakan kita menderita karma China,karena tak ada buktinya..Neraca perdagangan kita terbukti surplus besar dengan  yang lainnya meski dengan China kita kebetulan negative, “tegasnya”

Maka,menurutnya yang diperlukan bukan negosiasi,tapi intervensi pemerintah dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam negeri.

Wakil sekretaris umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ( APINDO ) Franky Sibarani sependapat. Ia menyarakan pemerintah perlu membenahi beberapa hal guna meningkatkan daya saing dalam negeri.

Pertama, menurunkan suku bunga kredit yang dinilai cukup tinggi bila di bandingkan dengan Negara-negara lain.” Di Malaysia dan Thailand itu sekitar 5%-6%, sementara di Indonesia bunga diatas 12%,” ujarnya”

Kedua, membenahi kebijakan energi. Misalnya, alokasi Gas yang berpihak terhadap industri dalam negeri.

Ketiga, membenahi kebijakan tarif dan perpajakan, khususnya PMK 241 tentang pembebasan bea masuk untuk produk bahan baku dan barang modal.

Keempat, membenahi infrastruktur sehingga akan meringankan biaya logistik indutri.

A. Prasetyantoko, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Atma Jaya, menimpali, dalam jangka pendek pemerintah bisa mengaktifkan mekanisme pengamanan, seperti safeguard, antidumping, dan SNI. Sedangkan jangka menengah, mencari sektor yang komplementer dengan produk China.

Sumber : Kontan, Rabu 27 April 2011. Hal 2




­