Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Indonesia Tagih Komitmen Cina

  • Selasa, 12 April 2011
  • 1105 kali
Kliping Berita

Sembilan sektor industri terkena dampak ACFTA.
JAKARTA -- Penerapan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini dinilai telah merugikan sektor industri dalam negeri. Karenanya, pemerintah meminta komitmen Cina untuk membuat neraca perdagangan yang seimbang antar kedua negara.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, pemerintah tidak menginginkan industri nasional terpukul dan mengalami keterpurukan karena penerapan ACFTA. ''Kita tidak ingin defisit perdagangan dengan Cina makin melebar, kita tetap meminta komitmen Cina untuk membuat //balance perdagangan,'' kata Hatta di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (11/4).

Untuk menolong sektor industri nasional, ungkap Hatta, pemerintah siap melakukan perundingan dengan Pemerintah Cina. Dalam hal ini ia mengingatkan, adanya komitmen antara menteri perdagangan kedua negara dalam ketentuan apabila terjadi injury atau terjadi pukulan pada industri nasional.

"Kalau komitmen ini dipegang, maka kita bahas mana yang mungkin kita tekan defisit kita. Kita minta itu segera dilakukan jangan sampai industri kita karena pukulan itu dia jadi lumpuh. Kita tidak ingin itu terjadi. Makanya, sebelum itu terjadi harus kita antisipasi terlebih dulu, "paparHatta.   

Langkah pemerintah untuk menegosiasikan kembali kesepakatan ACFTA ini diyakini Hatta tidak akan merugikan pihak Cina. "Tentu kita sudah bicara dengan Menteri Perdagangan. Dalam pertemuan di Yogyakarta saya katakan kepada Mendag bahwa semangatnya adalah balance of trade. Kalau ada terjadi defisit pada kita, kita berunding dan akan bicara dengan Mendag, "katanya.

Mulai merugi

Baru-baru ini Kementerian Perindustrian menyatakan sudah ada sembilan sektor industri yang terkena dampak kesepakatan ACFTA. Dampak tersebut ditandai dengan menurunnya produksi, penjualan, keuntungan, hingga pengurangan tenaga kerja.

Sembilan sektor tersebut, antara lain, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri alas kaki (sepatu), industri elektronik, industri mebel kayu dan rotan, industri mainan anak, industri permesinan, industri besi dan baja, industri makanan dan minuman, serta industri jamu dan kosmetik.

Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat memaparkan, sejak ACFTA diberlakukan terjadi penurunan produksi sekitar 25-50 persen pada sembilan sektor industri tersebut. Di samping juga penurunan angka penjualan di pasar domestik sebesar 10-25 persen, penurunan keuntungan sekitar 10-25 persen, hingga pengurangan tenaga kerja antara 10 dan 25 persen.

"Beberapa usaha bahkan ada yang sudah gulung tikar dan beralih dari produsen menjadi perakitan dan pengemasan, khususnya pada industri permesinan," papar Hidayat.

Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Menperin, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah. Di antaranya bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk pengetatan pengawasan impor produk terkait di tujuh pelabuhan dan bekerja sama dengan Komite Antidumping Indonesia (KADI) untuk menindaklanjuti 38 produk asal Cina yang terindikasi dumping.

"Kerja sama dengan KADI dan KPPI (Komite Pengawas Perdagangan Indonesia) untuk percepatan investigasi pengenaan anti-dumping, anti-dumping sementara, dan safeguard bagi produk-produk Cina."

Untuk mencegah masuknya barang berkualitas rendah dan berbahaya, Kemenperin akan memperluas pemberlakuan standar nasional Indonesia (SNI). Di samping juga pemberlakuan pengawasan bagi barang impor yang beredar dan pengetatan pengawasan surat keterangan asal (SKA) formulir E dari Cina dan formulir lainnya. "Ini untuk mencegah sampainya barang berkualitas rendah dan berbahaya tersebut sampai ke masyarakat."

Berkenaan dengan dampak ACFTA, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian Panggah Susanto meminta pengecualian beberapa produk dalam perjanjian ACFTA. Produk yang dimaksud, antara lain, besi dan baja, mainan anak-anak, tekstil dan produk tekstil (TPT), kosmetik, alas kaki, lampu, dan pengeras suara. ed: nidia zuraya

Sumber : Republika, Selasa 12 April 2011. Hal. 14




­